Rabu, 30 Desember 2009

Malam itu jam di handphone sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB, sementara aku dan istriku masih on the way home. Butiran gerimis kecil mulai nampak menghiasi kaca depan mobil kami. Sekitar dua ratus meter dari tikungan jalan menuju rumah, iring-iringan itupun tampak.

Dua kelompok Manusia Gerobak. Seorang lelaki berada didepan, menarik gerobak, sementara seorang perempuan -yang nampaknya istrinya- berjalan dibelakang mengikutinya. Di dalam gerobak, tampaklah dua orang anak kecil tertidur lelap berselimutkan botol-botol plastik bekas. Sedangkan kelompok kedua, kelompok yang lain, agak berbeda. Seorang lelaki tetap berada didepan, sementara seorang anak kecil perempuan duduk diujung gerobak sambil bernyanyi-nyanyi kecil, didalam gerobak, seorang perempuan hamil tua nampak berbaring, bersama koran-koran bekas. Pemandangan yang sangat unik. Sangat menyentuh.

Segera setelah melewati mereka mobil kami sengaja menepi. Terdorong oleh naluri dan hobby photography, akupun meraih kamera yang memang hampir selalu menemaniku kemanapun aku pergi dan bergegas mengabadikan pemandangan tersebut. Dengan angle dan penerangan seadanya, gambar keduanya berhasil kudapatkan. Tapi sesuatu dihati ini berbisik, bahwa apa yang kulakukan masih belum cukup. Aku melewati mereka kembali untuk kedua kalinya, kini setelah berada dalam posisi sejajar, istriku menurunkan kaca dan memberikan mereka sesuatu.

(Aku tentunya tidak mau menjadi seorang pemenang Pulitzer, namun kemudian stress dan mati bunuh diri karena objek fotonya yang notabene adalah seorang bocah hitam ceking kelaparan, mati digerogoti Burung Bangkai, hanya karena ia lebih mengutamakan memotret ketimbang menolong bocah malang tersebut !!!)

Terimakasih Eneng cantik !, teriak ibu dirombongan pertama hampir berbarengan dengan suaminya.
Terimakasih tante, teriiak anak kecil dirombongan kedua dengan sumringah.
Semoga banyak rejeki ya.., sapa ibunya yang tengah hamil tua, dari dalam gerobak, sambil tertawa riang.

Mendengar dan melihat kecerian mereka membuat aku merasa malu seketika itu juga. Baru saja kami menghadiri sebuah pentas luar biasa gemerlap, yang dihadiri oleh Agnes Monica. Dan kami nyaris BT karena tidak kebagian kursi. Kemudian setelah itu, kami menyempatkan diri untuk makan malam di sebuah Mall yang menyediakan konsep Makan di Bawah Langit Terbuka di roof top mereka, inipun dengan gerutuan karena lamanya pesanan kami muncul didepan hidung ini, akibat pengunjung yang luar biasa ramai.
Betapa mudah, kegembiraan dan keceriaan hidup kita direnggut oleh sesuatu yang sebenarnya remeh dan bukan persoalan hidup mati seperti itu. Kita seperti terbiasa, menggolongkan bahwa hal-hal tambahan itu begitu mutlak perlu dalam hidup kita, seakan tanpa itu semua hidup kita akan berhenti.

Tidak bisa tidur karena harga saham melorot.
Marah karena mobil kita masuk bengkel.
Stress karena gak kebagian ticket premier 2012.
BT karena hari Senin.
Uring-uringan karena dimarahin boss.
Ngedumel karena pesawat delay.
Bunuh diri di Mall karena putus cinta.
Dendam karena ide kita diserobot teman kantor.
Memaki-maki keadaan karena gak jadi luburan ke Hongkong.
Bertengkar dengan rekan bisnis karena sebuah kesalahpahaman biasa.
Membatalkan umroh hanya karena Dude Herlino batal umroh
(kallo yang ini mah..adegan film..Emak Ingin Naik Haji he..he..)

Dan lain sebagainya

Padahal kalau dipikir-pikir, semua itu “tidak sampai membuat kita demi anak istri menarik gerobak kesana-kemari. Atau tidak sampai menyeret kita untuk tidur dalam gerobak berselimutkan sampah-sampah yang akan dijual.

Atau bahkan lebih gila dari itu semua : melahirkan dalam gerobak !!

Sepertinya kita perlu mengubah pola pikir kita yang sudah sedemikian teracuni oleh gemerlap kesuksesan, persaingan dan keduniawian.

Menyisihkan waktu untuk sekedar menepi, agar lebih bersyukur dengan rejeki, pekerjaan dan hidup yang Sang Khaliq berikan kepada kita. Sehingga hal-hal tambahan itu dapat didudukkan dalam porsi yang lebih rendah atau bahkan jika terlalu membebani kenikmatan hidup, dapat dibuang saja kedalam gerobak sampah ! ***

--
what a wonderfull world !
what an abundance life !!
what an exciting journey !!!

Made Teddy Artiana, S. Kom

Rabu, 23 Desember 2009

Wawancara Dengan Tuhan

Wartawan Muda (WM)datang mewawancarai Tuhan (G). WM: Slmt Pagi Tuhan, sekiranya Tuhan punya waktu sedikit aku ingin bicara.

G: Ooo...waktuKU adlh KEKEKALAN, tdk ada masalah ttg Waktu. Apa pertanyaanmu?

WM: Tks.. Apa yg paling mengherankan bagiMU tentang kami manusia?

G: Hahaha.. kalian itu makhluk yg aneh. Pertama, suka mencemaskan masa Depan, sampai lupa hari ini.

Ke2, kalian hidup seolah olah tidak bakal mati.

Ke3, kalian cepat bosan sebagai anak-anak dan terburu-buru ingin dewasa. Namun stlh dewasa rindu lagi jadi anak2 : suka bertengkar, ngambek, dan ribut karena soal2 sepele.

Lalu Ke4, kalian rela kehilangan kesehatan demi mengejar uang, ttp membayarnya kembali utk mengembalikan kesehatan itu.

Hal2 begitulah yang membuat hidup kalian susah.

WM: Lantas apa nasihat Tuhan agar kami bisa hidup BAHAGIA ?

G: sebenarnya semua nasihat sudah pernah diberikan. Inilah satu lagi keanehan kalian : Suka Melupakan nasihatKU.

Baiklah KUulangi lagi ya beberapa yg terpenting

1.. kalian harus sadar bahwa mengejar rejeki adalah sebuah kesalahan. Yang seharusnya kalian lakukan ialah menata diri agar kalian layak dikucuri rejeki.. jadi jangan mengejar rejeki, tetapi biarlah rejeki yang mengejar kalian.

2. Ingat : "siapa" yang kalian miliki itu lbh berharga dari pada "apa" yang kalian punyai. Perbanyaklah teman, kurangi musuh.

3. Jgn bodoh dgn cemburu dan membandingkan yg dimiliki org lain. Melainkan Bersyukurlah dgn apa yg sdh kalian terima. Khususnya, kenalilah talenta dan potensi yg kalian miliki lalu kembangkanlah itu sebaik-baiknya, maka kalian akan menjadi manusia Unggul. Otomatis Rejeki yg akan mengejar kalian.

4. Ingat orang yg disebut Kaya bukanlah dia yg berhasil mengumpulkan yg paling banyak, tetapi adalah dia yg paling "sedikit" memerlukan, sehingga masih sanggup memberi kpd sesamanya. Ok ?

Yg terpenting buat kamu pribadi yg sdg membaca ini, bisa mengerti dan bertindaklah.

Ingat janji ini:

AKU Tidak Akan Meninggalkanmu. .!!

Rudi "Momo" Muliyono, C.Ht. - QHI

Senin, 14 Desember 2009

KEHIDUPAN SANG ELANG

Elang merupakan jenis unggas yang mempunyai
umur paling panjang didunia. Umurnya dapat
mencapai 70 tahun. Tetapi untuk mencapai umur
sepanjang itu seekor elang harus membuat
suatu keputusan yang sangat berat pada
umurnya yang ke 40.

Ketika elang berumur 40 tahun, cakarnya mulai
menua, paruhnya menjadi panjang dan
membengkok hingga hampir menyentuh dadanya.
Sayapnya menjadi sangat berat karena bulunya
telah tumbuh lebat dan tebal,sehingga sangat
menyulitkan waktu terbang. Pada saat itu,
elang hanya mempunyai dua pilihan: Menunggu
kematian, atau Mengalami suatu proses
transformasi yang sangat menyakitkan - suatu
proses transformasi yang panjang selama 150
hari.

Untuk melakukan transformasi itu, elang harus
berusaha keras terbang keatas puncak gunung
untuk kemudian membuat sarang ditepi jurang ,
berhenti dan tinggal disana selama proses
transformasi berlangsung.

Pertama-tama, elang harus mematukkan paruhnya
pada batu karang sampai paruh tersebut
terlepas dari mulutnya, kemudian berdiam
beberapa lama menunggu tumbuhnya paruh baru.
Dengan paruh yang baru tumbuh itu, ia harus
mencabut satu persatu cakar-cakarnya dan
ketika cakar yang baru sudah tumbuh, ia akan
mencabut bulu badannya satu demi satu. Suatu
proses yang panjang dan menyakitkan. Lima
bulan kemudian, bulu-bulu elang yang baru
sudah tumbuh. Elang mulai dapat terbang
kembali. Dengan paruh dan cakar baru, elang
tersebut mulai menjalani 30 tahun kehidupan
barunya dengan penuh energi!

Dalam kehidupan kita ini, kadang kita juga
harus melakukan suatu keputusan yang sangat
berat untuk memulai sesuatu proses
pembaharuan. Kita harus berani dan mau
membuang semua kebiasaan lama yang mengikat,
meskipun kebiasaan lama itu adalah sesuatu
yang menyenangkan dan melenakan.

Kita harus rela untuk meninggalkan perilaku
lama kita agar kita dapat mulai terbang lagi
menggapai tujuan yang lebih baik di masa
depan. Hanya bila kita bersedia melepaskan
beban lama, membuka diri untuk belajar hal-
hal yang baru, kita baru mempunyai kesempatan
untuk mengembangkan kemampuan kita yang
terpendam, mengasah keahlian baru dan menatap
masa depan dengan penuh keyakinan.

Halangan terbesar untuk berubah terletak di
dalam diri sendiri dan andalah sang penguasa
atas diri anda. Jangan biarkan masa lalu
menumpulkan asa dan melayukan semangat kita.
Anda adalah elang-elang itu.

Perubahan pasti terjadi. Maka itu, kita harus
berubah!

Source: NO NAME

Selasa, 08 Desember 2009

Di sini operator

Waktu saya masih amat kecil, ayah sudah memiliki telepon di rumah kami.
Inilah telepon masa awal, warnanya hitam, di tempelkan di dinding, dan kalau
mau menghubungi operator, kita harus memutar sebuah putaran dan minta
disambungkan dengan nomor telepon lain. Sang operator akan menghubungkan
secara manual.

Dalam waktu singkat, saya menemukan bahwa, kalau putaran di putar, sebuah
suara yang ramah, manis, akan berkata : "Operator". Dan si operator ini maha
tahu.

Ia tahu semua nomor telepon orang lain!

Ia tahu nomor telepon restoran, rumah sakit, bahkan nomor telepon toko kue
di ujung kota.

Pengalaman pertama dengan sang operator terjadi waktu tidak ada seorangpun
dirumah, dan jempol kiri saya terjepit pintu. Saya berputar putar kesakitan
dan memasukkan jempol ini kedalam mulut tatakala saya ingat .... Operator!!!

Segera saya putar bidai pemutar dan menanti suaranya.

" Disini operator..."

" Jempol saya kejepit pintu..." kata saya sambil menangis. Kini emosi bisa
meluap, karena ada yang mendengarkan.

" Apakah ibumu ada di rumah ? " tanyanya.

" Tidak ada orang "

" Apakah jempolmu berdarah ?"

" Tidak, cuma warnanya merah, dan sakiiit sekali "

" Bisakah kamu membuka lemari es? " tanyanya.

" Bisa, naik di bangku. "

" Ambillah sepotong es dan tempelkan pada jempolmu..."

Sejak saat itu saya selalu menelpon operator kalau perlu sesuatu.

Waktu tidak bisa menjawab pertanyaan ilmu bumi, apa nama ibu kota sebuah
Negara, tanya tentang matematik. Ia juga menjelaskan bahwa tupai yang saya
tangkap untuk dijadikan binatang peliharaan , makannya kacang atau buah.

Suatu hari, burung peliharaan saya mati.

Saya telpon sang operator dan melaporkan berita duka cita ini.

Ia mendengarkan semua keluhan, kemudian mengutarakan kata kata hiburan yang
biasa diutarakan orang dewasa untuk anak kecil yang sedang sedih. Tapi rasa
belasungkawa saya terlalu besar. Saya tanya : " Kenapa burung yang pintar
menyanyi dan menimbulkan sukacita sekarang tergeletak tidak bergerak di
kandangnya ?"

Ia berkata pelan : " Karena ia sekarang menyanyi di dunia lain..." Kata -
kata ini tidak tau bagaimana bisa menenangkan saya.

Lain kali saya telpon dia lagi.

" Disini operator "

" Bagaimana mengeja kata kukuruyuk?"

Kejadian ini berlangsung sampai saya berusia 9 tahun. Kami sekeluarga
kemudian pindah kota lain. Saya sangat kehilangan " Disini operator "

Saya tumbuh jadi remaja, kemudian anak muda, dan kenangan masa kecil selalu
saya nikmati. Betapa sabarnya wanita ini. Betapa penuh pengertian dan mau
meladeni anak kecil.

Beberapa tahun kemudian, saat jadi mahasiswa, saya studi trip ke kota asal.
Segera sesudah saya tiba, saya menelpon kantor telepon, dan minta bagian "
operator "

" Disini operator "

Suara yang sama. Ramah tamah yang sama.

Saya tanya : " Bisa ngga eja kata kukuruyuk "

Hening sebentar. Kemudian ada pertanyaan : "Jempolmu yang kejepit pintu
sudah sembuh kan ?"

Saya tertawa. " Itu Anda.... Wah waktu berlalu begitu cepat ya "

Saya terangkan juga betapa saya berterima kasih untuk semua pembicaraan
waktu masih kecil. Saya selalu menikmatinya. Ia berkata serius : " Saya yang
menikmati pembicaraan denganmu. Saya selalu menunggu nunggu kau menelpon"

Saya ceritakan bahwa , ia menempati tempat khusus di hati saya. Saya
bertanya apa lain kali boleh menelponnya lagi. " Tentu, nama saya Saly "

Tiga bulan kemudian saya balik ke kota asal. Telpon operator. Suara yang
sangat beda dan asing. Saya minta bicara dengan operator yang namanya Saly.
Suara itu bertanya " Apa Anda temannya ?"

" Ya teman sangat lama "

" Maaf untuk kabarkan hal ini, Saly beberapa tahun terakhir bekerja paruh
waktu karena sakit sakitan. Ia meninggal lima minggu yang lalu..."

Sebelum saya meletakkan telepon, tiba tiba suara itu bertanya : "Maaf,
apakah Anda bernama Johnny ?"

"Ya "
" Saly meninggalkan sebuah pesan buat Anda. Dia menulisnya di atas sepotong
kertas, sebentar ya....."

Ia kemudian membacakan pesan Saly :

" Bilang pada Johnny, bahwa IA SEKARANG MENYANYI DI DUNIA LAIN... Johnny
akan mengerti kata kata ini...."

Saya meletakkan gagang telepon. Saya tahu apa yang Saly maksudkan.

Jangan sekali sekali mengabaikan, bagaimana Anda menyentuh hidup orang lain.

Dari milis Money Magnet

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.

Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya! "

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ...Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya?

Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini." Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga di universitas. Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"

Dia menjawab,tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? "

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. .."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu,ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku."Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.

"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"

"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.

"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

(Diterjemahkan dari "I Cried for My Brother Six Times")
Milis Money Magnet

Kamis, 03 Desember 2009

8 X 3 = 23

Yan Hui adalah murid kesayangan Confusius yang suka belajar, sifatnya baik.
Pada suatu hari ketika Yan Hui sedang bertugas, dia melihat satu toko
kain sedang dikerumunin banyak orang.
Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual kain sedang berdebat.
Pembeli berteriak: "3x8 = 23, kenapa kamu bilang 24?
"Yan Hui mendekati pembeli kain dan berkata: "Sobat, 3x8 = 24, tidak
usah diperdebatkan lagi".
Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata:
"Siapa minta pendapatmu?
Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius. Benar atau salah
Confusius yang berhak mengatakan".
Yan Hui: "Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?"
Pembeli kain: "Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong
untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?"
Yan Hui: "Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu". Keduanya sepakat
untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius.
Setelah Confusius tahu duduk persoalannya, Confusius berkata kepada Yan
Hui sambil tertawa: "3x8 = 23.
Yan Hui, kamu kalah. Kasihkan jabatanmu kepada dia." Selamanya Yan Hui
tidak akan berdebat dengan gurunya.
Ketika mendengar Confusius bilang dia salah, diturunkannya topinya lalu
dia berikan kepada pembeli kain.
Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas.Walaupun Yan
Hui menerima penilaian Confusius
tapi hatinya tidak sependapat. Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun
sehingga dia tidak mau lagi belajar darinya.
Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga. Confusius tahu isi
hati Yan Hui dan memberi cuti padanya.
Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confusius memintanya cepat
kembali setelah urusannya selesai,
dan memberi Yan Hui dua nasehat : "Bila hujan lebat, janganlah berteduh
di bawah pohon. Dan jangan membunuh."
Yan Hui bilang baiklah lalu berangkat pulang. Di dalam perjalanan tiba2
angin kencang disertai petir,
kelihatannya sudah mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung di
bawah pohon tapi tiba2 ingat nasehat Confusius
dan dalam hati berpikir untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Dia
meninggalkan pohon itu.
Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur. Yan Hui
terkejut, nasehat gurunya yang pertama sudah terbukti.
Apakah saya akan membunuh orang? Yan Hui tiba dirumahnya sudah larut
malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya.
Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Sesampai didepan
ranjang, dia meraba dan mendapati
ada seorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan. Dia
sangat marah, dan mau menghunus pedangnya.
Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasehat Confusius,
jangan membunuh.
Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur disamping istrinya
adalah adik istrinya.
Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius, berlutut dan
berkata: "Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?"
Confusius berkata: "Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan
turun hujan petir,
makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung dibawah pohon.
Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang, maka guru
mengingatkanmu agar jangan membunuh".
Yan Hui berkata: "Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum."
Confusius bilang: "Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan
keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku.
Cobalah kamu pikir. Kemarin guru bilang 3x8=23 adalah benar, kamu kalah
dan kehilangan jabatanmu.
Tapi jikalau guru bilang 3x8=24 adalah benar, si pembeli kainlah yang
kalah dan itu berarti akan hilang 1 nyawa.
Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau kehilangan 1 nyawa yang lebih
penting?"
Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata : "Guru mementingkan yang
lebih utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun.
Murid benar2 malu." Sejak itu, kemanapun Confusius pergi Yan Hui selalu
mengikutinya.

Cerita ini mengingatkan kita: Jikapun aku bertaruh dan memenangkan
seluruh dunia, tapi aku kehilangan kamu, apalah artinya.
Dengan kata lain, kamu bertaruh memenangkan apa yang kamu anggap adalah
kebenaran, tapi malah kehilangan sesuatu yang lebih penting.
Banyak hal ada kadar kepentingannya.
Janganlah gara2 bertaruh mati2an untuk prinsip kebenaran itu, tapi
akhirnya malah menyesal, sudahlah terlambat.
Banyak hal sebenarnya tidak perlu dipertaruhkan. Mundur selangkah, malah
yang didapat adalah kebaikan bagi semua orang.
Bersikeras melawan pelanggan. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(Saat kita kasih sample barang lagi, kita akan mengerti)
Bersikeras melawan boss. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. (Saat
penilaian bonus akhir tahun, kita akan mengerti)
Bersikeras melawan istri. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(Istri tidak mau menghiraukan kamu, semua harus "do it yourself")
Bersikeras melawan teman. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
(Bisa-bisa kita kehilangan seorang teman).

Dari milis Money Magnet

Selasa, 01 Desember 2009

Papa

Bagi seorang yang sudah dewasa, yang sedang jauh dari orangtua, akan sering merasa kangen dengan mamanya.
Bagaimana dengan papa?

Mungkin karena mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaan setiap hari.
Tapi tahukah kamu, jika ternyata papalah yang mengingatkan mama untuk meneleponmu?

Saat kecil, mamalah yang lebih sering mendongeng.
Tapi tahukah kamu bhw sepulang papa bekerja dg wajah lelah beliau selalu menanyakan apa yg kamu lakukan seharian.

Saat kamu sakit batuk/pilek, papa kadang membentak "sudah dibilang jangan minum es!".
Tapi tahukah kamu bahwa papa sebetulnya mengkhawatirkanmu?

Ketika kamu remaja, kamu menuntut utk dpt izin keluar malam. Papa dgn tegas berkata "tidak boleh!"
Sadarkah kamu bhw sebenarnya papa hanya ingin menjagamu?

Karena bagi papa, kamu adalah sesuatu yg sangat berharga.
Saat kamu bisa lebih dipercaya, papapun melonggarkan aturannya
Kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan papa adalah menunggu di ruang tamu dengan sangat khawatir.

Ketika kamu dewasa, dan harus kuliah di kota lain. Papa harus melepasmu.
Tahukah kamu bhw badan papa terasa kaku utk memelukmu?
Dan papa sangat ingin menangis.

Di saat kamu memerlukan ini-itu, utk keperluan kuliahmu, papa hanya mengernyitkan dahi.
Tapi tanpa menolak, beliau memenuhinya.
Tahukah kamu bahwa papamulah yang dg susah payah mencarikan pinjaman/kredit utk segala keperluanmu ?
Sp motor, bea2 sekolah n semua bea2 hidupmu ?

Saat kamu diwisuda, Papamulah orang pertama yg berdiri dan bertepuk tangan untukmu.
Papa akan tersenyum dan bangga.

Sampai ketika teman priamu datang utk meminta izin mengambilmu dari papa.
Papa akan sangat berhati-hati dalam memberi izin.
Karena papa tahu, bahwa pria itulah yg akan menggantikan posisinya kelak dikemudian hari.

Dan akhirnya, saat papa melihatmu duduk di pelaminan bersama pria yg dianggapnya pantas menggantikannya, papapun tersenyum bahagia.

Apa kamu tahu, bhw papa sempat pergi ke belakang dan menangis?
Papa menangis karena papa sangat bahagia. Dan iapun berdoa "Ya Alloh Syukur Alhamdulillaaaah, tugasku telah selesai dg baik. Bahagiakan putri kecilku yg manis bersama suaminya, amin3X".

Setelah itu papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yg sesekali datang utk menjenguknya, dg rambut yg memutih dan badan yg tak lagi kuat utk menjagamu

Oleh : Tenang Santoso (Milis Money Magnet)