Kamis, 04 Juni 2009

KETIKA AIR KEHIDUPAN MENGALIR

Sumber: unknown

Seorang pria mendatangi Sang Guru, "Guru, saya sudah
bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha
saya kacau. Apa pun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin
mati saja.

"Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit." "Tidak
Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, Sang Guru meneruskan,
"Kamu sakit. Dan penyakitmu itu dinamakan Alergi Hidup."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap
kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan
hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi
kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang
penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut
mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha,
pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah tangga,
bentrokan-bentrokan kecil itu lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng.

Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini?
Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan.
Kemudian kita gagal, kecewa, dan menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan
bersedia mengikuti petunjukku," kata Sang Guru.
"Tidak Guru, tidak! Saya sudah betul-betul bosan. Saya tidak
ingin hidup," pria itu menolak tawaran sang guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin
mati?" "Ya, memang saya sudah bosan hidup." "Baiklah, kalau
begitu maumu. Ambillah
botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok petang. Besok malam kau akan mati dengan tenang."

Giliran pria itu jadi bingung. Setiap guru yang ia
datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat
hidup. Yang satu ini aneh. Ia malah menawarkan racun. Tetapi karena ia memang sudah betul-betul jemu, ia menerimanya dengan senang
hati.

Sesampai di rumah, ia langsung menenggak setengah botol"obat"
dari Sang Guru. Dan... ia merasakan ketenangan yang tidak pernah
ia rasakan sebelumnya... Begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari,
dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.
Malam itu,ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di
restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama
beberapa tahun terakhir.

Pikir-pikir malam terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis.
Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai
banget! Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik,
"Sayang, aku mencintaimu."
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya dan ia tergerak
untuk melakukan jalan pagi. Pulang ke rumah setengah jam
kemudian, ia melihat istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya,ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya.

Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istri pun merasa aneh sekali.
Selama ini, mungkin aku salah, "Maafkan aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun
langsung berubah. Mereka menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap perbedaan pendapat.

Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang ke rumah petang itu, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Pa, maafkan kami semua. Selama ini Papa selalu stress
karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali.Seketika hidup
menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk
bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang
sudah ia minum? Ia mendatangi Sang Guru lagi. Melihat wajah pria
itu, Sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi,
"Buang saja botol itu. Isinya air biasa kok. Kau sudah sembuh!

Jika kau hidup dalam kekinian, jika kau hidup dengan kesadaran bahwa engkau bisa mati kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan.

Hilangkan egomu, keangkuhanmu. Jadilah lembut,selembut air,
dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah jalan
menuju ketenangan. Itulah kunci kebahagiaan."

Pria itu mengucapkan terima kasih, lalu pulang untuk mengulangi
pengalaman sehari terakhirnya. Ia terus mengalir. Kini ia selalu hidup dengan kesadaran bahwa ia bisa mati kapan saja.富tulah sebabnya, ia selalu tenang, selalu bahagia!


Tunggu. Kita semua SUDAH TAHU bahwa kita
BISA MATI KAPAN SAJA.
Tapi masalahnya: apakah kita SELALU SADAR bahwa
kita BISA MATI KAPAN SAJA?

0 Comments:

Post a Comment