Jumat, 26 Juni 2009

Sebuah pinsil

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.

"Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?"

Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata
kepada cucunya,

"Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih
penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai."

"Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar
si nenek lagi.

Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya
kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari
pensil yang nenek pakai.

"Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya."
Ujar si cucu.

Si nenek kemudian menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat
pensil ini."

"Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam
menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam
hidup ini."

Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

"Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal
yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu
jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu
dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu
membimbing kita menurut kehendakNya" .

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus
berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek.
Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses
meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu
juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan
dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang
lebih baik".

"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk
mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh
karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang
jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".

"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil
bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah
pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di
dalam dirimu".

"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan
tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang
kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu
selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan".

Sumber: Anonymous

Jumat, 05 Juni 2009

Kisah Orang Tua Bijak

Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil.
Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya
karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja
menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum
pernah dilihat orang, begitu gagah, anggun dan kuat.

Orang-orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda
jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak :
"Kuda ini bukan kuda bagi saya", katanya : "Ia adalah
seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual
seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana
kita dapat menjual seorang sahabat ?" Orang itu miskin
dan godaan besar. Tetapi ia tidak menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di
kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua
bodoh", mereka mengejek dia : "Sudah kami katakan
bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami peringatkan
bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin... Mana
mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu
berharga ? Sebaiknya anda menjualnya. Anda boleh
minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan
dibayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda
dikutuk oleh kemalangan".

Orang tua itu menjawab : "Jangan bicara terlalu cepat.
Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di
kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah
penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana
Anda dapat ketahui itu ? Bagaimana Anda dapat
menghakimi ?". Orang-orang desa itu protes : "Jangan
menggambarkan kami sebagai orang bodoh! Mungkin kami
bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di
perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah
kutukan".

Orang tua itu berbicara lagi : "Yang saya tahu
hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi.
Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau
berkat, saya tidak dapat katakan.Yang dapat kita lihat
hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan
terjadi nanti ?"
Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu
gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol;
kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari
uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang
potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar
dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang
ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak
lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah
membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.
Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di
curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali,
ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya.
Sekali lagi penduduk desa berkumpul sekeliling tukang
potong kayu itu dan mengatakan : "Orang tua, kamu
benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan
sebenarnya berkat. Maafkan kami".

Jawab orang itu : "Sekali lagi kalian bertindak
gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik.
Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia,
tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini
adalah berkat ? Anda hanya melihat sepotong saja.
Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita,
bagaimana anda dapat menilai ? Kalian hanya membaca
satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai
seluruh buku ? Kalian hanya membaca satu kata dari
sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh
ungkapan ? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai
seluruh hidup berdasar! kan satu halaman atau satu
kata.Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan
itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah
puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu
karena apa yang saya tidak tahu".

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu
kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak
berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia
salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda
liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit,
binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian
dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak
muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah
beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan
kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul
sekitar orang tua itu dan menilai. "Kamu benar", kata
mereka : "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar.
Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan.
Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang
dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk
membantumu.. . Sekarang kamu lebih miskin lagi. Orang
tua itu berbicara lagi : "Ya, kalian kesetanan dengan
pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan.
Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu
itu berkat atau kutukan ? Tidak ada yang tahu. Kita
hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang
sepotong-sepotong" .Maka terjadilah dua minggu kemudian
negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua
anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya
anak si orang tua tidak diminta karena ia
terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua
itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak
mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali
kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan
perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka tidak akan
melihat anak-anak mereka kembali. "Kamu benar, orang
tua", mereka menangis : "Tuhan tahu, kamu benar. Ini
buktinya. Kecelakaan anakmu
merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak
ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk
selama-lamanya" .

Orang tua itu berbicara lagi : "Tidak mungkin untuk
berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik
kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini :
anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya
tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau
kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk
mengetahui. Hanya Allah yang tahu".

Moral cerita :
Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari
seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelaka an dan kengerian
hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku
besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan.
Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai
kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

Kamis, 04 Juni 2009

KETIKA AIR KEHIDUPAN MENGALIR

Sumber: unknown

Seorang pria mendatangi Sang Guru, "Guru, saya sudah
bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha
saya kacau. Apa pun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin
mati saja.

"Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit." "Tidak
Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, Sang Guru meneruskan,
"Kamu sakit. Dan penyakitmu itu dinamakan Alergi Hidup."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap
kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan
hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi
kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang
penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut
mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha,
pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah tangga,
bentrokan-bentrokan kecil itu lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng.

Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini?
Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan.
Kemudian kita gagal, kecewa, dan menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan
bersedia mengikuti petunjukku," kata Sang Guru.
"Tidak Guru, tidak! Saya sudah betul-betul bosan. Saya tidak
ingin hidup," pria itu menolak tawaran sang guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin
mati?" "Ya, memang saya sudah bosan hidup." "Baiklah, kalau
begitu maumu. Ambillah
botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok petang. Besok malam kau akan mati dengan tenang."

Giliran pria itu jadi bingung. Setiap guru yang ia
datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat
hidup. Yang satu ini aneh. Ia malah menawarkan racun. Tetapi karena ia memang sudah betul-betul jemu, ia menerimanya dengan senang
hati.

Sesampai di rumah, ia langsung menenggak setengah botol"obat"
dari Sang Guru. Dan... ia merasakan ketenangan yang tidak pernah
ia rasakan sebelumnya... Begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari,
dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.
Malam itu,ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di
restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama
beberapa tahun terakhir.

Pikir-pikir malam terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis.
Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai
banget! Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik,
"Sayang, aku mencintaimu."
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya dan ia tergerak
untuk melakukan jalan pagi. Pulang ke rumah setengah jam
kemudian, ia melihat istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya,ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya.

Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istri pun merasa aneh sekali.
Selama ini, mungkin aku salah, "Maafkan aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun
langsung berubah. Mereka menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap perbedaan pendapat.

Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang ke rumah petang itu, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Pa, maafkan kami semua. Selama ini Papa selalu stress
karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali.Seketika hidup
menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk
bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang
sudah ia minum? Ia mendatangi Sang Guru lagi. Melihat wajah pria
itu, Sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi,
"Buang saja botol itu. Isinya air biasa kok. Kau sudah sembuh!

Jika kau hidup dalam kekinian, jika kau hidup dengan kesadaran bahwa engkau bisa mati kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan.

Hilangkan egomu, keangkuhanmu. Jadilah lembut,selembut air,
dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah jalan
menuju ketenangan. Itulah kunci kebahagiaan."

Pria itu mengucapkan terima kasih, lalu pulang untuk mengulangi
pengalaman sehari terakhirnya. Ia terus mengalir. Kini ia selalu hidup dengan kesadaran bahwa ia bisa mati kapan saja.富tulah sebabnya, ia selalu tenang, selalu bahagia!


Tunggu. Kita semua SUDAH TAHU bahwa kita
BISA MATI KAPAN SAJA.
Tapi masalahnya: apakah kita SELALU SADAR bahwa
kita BISA MATI KAPAN SAJA?

MENSYUKURI NERAKA


Entah kapan dimulai, dan siapa yang memulainya tidaklah terlalu jelas. Yang jelas, ada banyak sekali manusia yang amat rindu akan surga dan amat takut sama neraka. Dari anak kecil sampai orang tua, dari orang desa sampai orang kota, kebanyakan rindu surga dan takut neraka.

Jujur harus diakui, sayapun pernah lama dilanda kerinduan dan ketakutan semacam itu. Cuman, setelah menelusuri lorong-lorong kehidupan dengan kedalaman kontemplasi tertentu, rupanya kita manusia sudah terlalu lama manja dengan buaian surga, dan dibuat takut oleh ancaman neraka. Untuk kemudian kehilangan dua kesempatan emas dalam hidup. Kesempatan emas pertama, manusia kehilangan kekuatan amat besar yang bernama keikhlasan. Kesempatan emas kedua, justru melalui tempaan-tempaan neraka yang ditakuti (baca : masalah) kemudian manusia jadi kuat dan hebat.

Konsepsi surga-neraka, sebagaimana kita tahu, memang memiliki banyak sekali manfaat. Cuman, sebagaimana wajah dualitas manapun, konsepsi surga-neraka membuat tidak sedikit manusia kemudian "berdagang" dengan kehidupan. Sebagai akibatnya, manusia kehilangan keikhlasan sebagai kekuatan kehidupan.

Ada cerita tentang sebuah desa yang tidak berhasil memotong pohon besar mengganggu. Karena berbagai peralatan tidak berhasil membuat pohon tumbang, dicurigai pohon ini ditunggui mahluk dengan kekuatan metafisik tertentu. Dicarilah orang "pintar" yang bisa membantu. Ternyata, ada orang berpenampilan sederhana yang bisa memotong pohon tadi dengan gergaji biasa. Orang terakhir hanya memotong pohon tadi dengan kalimat permulaan yang berbunyi : "dengan keikhlasan di depan Tuhan, tidak ada yang tidak bisa dilakukan".

Ternyata kinerja orang sederhana ini terdengar ke banyak tempat. Di samping karena kekaguman masyarakat, juga kerena hadiah besar yang telah diterimanya. Di desa seberang yang memiliki problema yang serupa kemudian memanggilnya. Dan setelah memotong pohon dengan teknik dan alat yang sama, ternyata berkali-kali hanya berujung kegagalan. Ada yang berubah, katanya setelah berulang kali gagal, hadiah rupanya melenyapkan keikhlasan!

Ini memang hanya sebuah cerita, namun layak direnungkan kalau keikhlasan bukanlah sumber kelemahan. Ia sejenis tenaga dalam yang bisa membuat manusia jadi demikian perkasa. Terinspirasi dari banyak cerita-cerita sufi, demikian juga dari puisi-puisi Gibran dan Rumi, serta kualitas pemimpin-pemimpin yang masih berkuasa ketika badannya sudah disebut meninggal oleh dokter, keikhlasan sudah menjadi tema kehidupan yang kuat sejak dulu.


Kesempatan emas kedua yang dibuat lenyap oleh konsepsi surga-neraka, adalah kekuatan-kekuatan yang bisa dihadirkan oleh keseharian yang penuh dengan "neraka". Masalah, godaan, tantangan, persoalan adalah rangkaian hal yang ditakuti banyak manusia sebagaimana mereka menakuti neraka. Semakin sedikit wajah neraka seperti ini yang hadir, semakin baik bagi para pengagum surga.

Ternyata kehidupan bertutur dan bercerita lain. Sebagaimana pernah dituturkan secara apik oleh M. Scott Peck dalam The Road Less Travelled, mereka-mereka yang menakuti neraka ternyata tumbuh jadi manusia lemah dan lembek. Sebagian bahkan terkena penyakit kejiwaan yang menyedihkan. Di bagian awal buku inspiratif ini Scott Peck menulis : ?This tendency to avoid problems and emotional suffering inherent in them is the primary basis of all human mental illness?. Kecenderungan untuk lari dari masalah dan penderitaan adalah fundamen utama dari kondisi mental yang tidak terlalu sehat.

Bercermin dari sini, neraka tidaklah seburuk bayangan banyak orang. Dalam lapisan-lapisan kejernihan yang lebih dalam, neraka adalah tempat pemurnian. Sebuah tempat di mana sampah-sampah kehidupan diolah menjadi pupuk-pupuk berguna. Sebutlah masalah keseharian seperti dimarahin atasan. Sesaat memang membuat yang bersangkutan kesal, tetapi kemarahan atasan sedang membuatnya jadi kuat. Atau memiliki isteri yang cerewetnya minta ampun, ia memang sengaja hadir untuk membuat sang suami jadi sabar. Demikian juga dengan masalah lain.

Yang jelas, lari dari persoalan memang enak sebentar, tetapi ia membawa dampak jangka panjang yang negatif. Meminjam argumen Scott Peck dalam karya di atas, kesukaan untuk lari dari masalah dan tanggung jawab adalah ciri utama dari manusia-manusia yang terkena penyakit character disorder. Lebih dari sekadar terkena penyakit kejiwaan tadi, tantangan dan masalah sebenarnya serupa dengan tangga-tangga kedewasaan dan kematangan. Semakin tinggi dan besar masalahnya, itu berarti kaki sang hidup sedang melangkah di tempat yang juga tinggi.

Surga (baca : kebahagiaan) memang udara kehidupan yang indah dan segar, tetapi ia terasa jauh lebih indah dan segar jika seseorang pernah melalui tangga-tangga neraka. Serupa dengan lingkaran Yin-Yang yang di belah dua, awalnya memang ada beda jelas dan tegas antara surga dan neraka. Surga itu berisi senyuman, neraka berisi tangisan. Namun, di tingkatan-tingkatan kejernihan, sekat dan pemisah tadi sudah tidak ada. Suka-duka, tangisan-senyuman, sukses-gagal hanyalah aliran kehidupan yang datang dengan peran masing-masing. Persis seperti siang yang berganti malam dan juga sebaliknya, setiap pergantian berjalan tenang dan tenteram. Dan jangan lupa, kualitas hidup di dalam diri seperti ini hanya bisa dicapai oleh manusia yang mendalami hakekat syukur akan adanya neraka.*****

Gede Prama

Anda Itu Sangat Simpatik


Membaca tulisan saya dengan judul “menikah dengan diri sendiri”, seorang rekan seperti memperoleh cermin pemantul. Di umurnya yang sudah berkepala lima, betapa banyak waktu yang dialokasikan untuk berkelahi dengan orang yang ditemukannya di depan cermin. Dari umar sambel (untung masih ada rambut samping belakang), anggapan bahwa rezeki tetangga selalu lebih baik, isteri tidak mendukung sampai dengan prestasi anak-anak yang tidak membanggakan. Dalam totalitas, karena hidup penuh perkelahian dengan sang diri, rekan tadi menjalani kehidupan yang penuh dengan tikungan dan tanjakan.

Kisah rekan di atas, berbeda sekali dengan penuturan Denise Austin di jurnal Personal Excellence edisi Mei 1999. Dengan judul tulisan You Are Beautiful, Austin bertutur tentang persahabatannya yang intens dengan sang diri. Salah satu kesimpulan paling menarik dari guru fitness ini berbunyi: you are the most important event in your life. Demikian bersyukurnya Austin dengan diri dan kehidupannya, sampai-sampai menyebut manusia di depan cermin sebagai karunia paling besar selama hidupnya. Alhasil, disamping secara fisik Austin memang cantik, ia menerima banyak rezeki melalui profesinya sebagai guru fitness.

Rasa syukur yang mendalam akan sang diri ini, tentu saja tidak hanya monopoli manusia cantik seperti Austin. Max Cleland – seorang senator AS dari negara bagian Georgia yang harus duduk di kursi roda selama hidupnya sepulang dari perang Vietnam – malah jauh lebih bersyukur dari Austin yang cantik. Ia memiliki prinsip amat sederhana: strong at the broken places. (Perkasa di bagian-bagian kehidupan yang sudah berantakan). Dengan kehidupan di atas kursi roda Cleland memulai kahidupannya di depan publik. Menapaki tangga politisi sampai menjadi seorang senator. Dengan bangga ia bertutur ke banyak orang: I successfully turn my scars in to stars. Dengan kata lain, ia telah mentransformasikan ketakutan menjadi keberhasilan.

Mencermati semua ini, mungkin benar pendapat Denis Waitley – penulis buku Psychology of Winning – bahwa syarat pertama dan paling utama untuk menjadi pemenang kehidupan adalah kualitas penerimaan kita terhadap sang diri. Dengan menerima diri sendiri – lengkap bersama seluruh kelebihan dan kekurangannya – kita bisa bergerak dari posisi korban menjadi pemenang kehidupan.

Bayangkan, bagaimana bisa menjadi pemenang kalau setiap hari sibuk dengan keluhan, keluhan dan keluhan. Dengan keluhan, tidak hanya energi yang terkuras habis, tetapi secara sengaja kita sedang memproduksi kehidupan yang persis sama dengan yang dikeluhkan.

Henry Ford pernah mengatakan: believe in your best, think your best, study your best, have a goal for your best, never satisfied with less than the best, try your best, and in the long run, things will work out for the best. Selemah dan sejelek apapun Anda, tetap ada segi terbaik dalam diri Anda yang bisa dimanfaatkan. Temukan dan yakini aspek terbaik tadi, berfikirlah dalam bingkai terbaik tadi, pelajari sampai sekecil-kecilnya, lakukan dan berusahalah sebaik-baiknya. Dan, dalam jangka panjang, percayalah, kehidupan Anda akan bergerak menuju ke sudut-sudut kebaikan tadi.

Bertolak dari ini semua, mungkin ada baiknya dari sekarang untuk mencari apa segi terbaik dari diri kita. Coba ingat lagi, apa-apa saja yang sering Anda lakukan secara berulang-ulang di awal-awal kehidupan. Apa saja yang mudah menimbulkan kebanggaan. Bagian mana dari diri Anda yang acap dipuji orang banyak. Bisa dalam bentuk rambut, senyum, tubuh yang langsing, mudah membuat orang tertawa, atau malah sering didaulat ke depan disuruh nyanyi.

Berbekal hal terbaik tadi, ucapkan dengan penuh keyakinan ke orang di depan cermin: “Anda sebenarnya sangat simpatik“. Kalau kebetulan rambut Anda indah, katakan bahwa rambut Andalah yang tercantik di dunia. Bila mana perlu, tulislah kalimat tadi di atas cermin. Semakin sering kalimat ini diucapkan semakin baik. Sebab, ibarat echo atau pantulan, ucapan dan keyakinan terakhir tadi tidak saja memantul balik, tetapi juga memproduksi tubuh dan kehidupan.

Mengingat tindakan adalah jembatan paling kokoh antara keinginan dan kenyataan, terjemahkanlah semua hal terbaik di atas ke dalam sebanyak mungkin tindakan nyata. Dari mempelajari seluruh aspeknya, jaringannya dan jangan lupa mulai melangkahkan kaki.

Lakukanlah semua hal tadi dengan sebanyak mungkin pengulangan. Saya memang sempat disebut bodoh dengan mengemukakan konsep “pengulangan adalah ibunya kesempurnaan“. Seorang rekan pernah berucap, ada perbedaan antara orang tekun dengan orang bodoh. Orang bodoh – kata rekan tadi – melakukan sesuatu secara berulang-ulang karena telat mikir, dan terus mengulanginya kendati hidupnya mau bangkrut dan mau celaka.

Boleh saja orang berargumen demikian, namun saya masih meyakini, kesempurnaan akan menjadi milik siapa saja yang rajin melakukan pengulangan dan percobaan. Saya sudah teramat sering bertemu orang pintar, dan karena kepintarannya kemudian tidak sabar mengulang. Hasilnya, sering saya temukan, jauh lebih buruk dari orang bodoh namun disertai kesabaran mengagumkan untuk melakukan pengulangan.

Kembali ke cerita awal tentang kualitas penerimaan dengan sang diri, inipun memerlukan kuantitas dan kualitas pengulangan yang mengagumkan. Mudah-mudahan Anda menjadi pemenang.

Gede Prama

16 Juli 2000

KEMENANGAN SEJATI

" Kemenangan sejati bukan diukur dengan mengalahkan orang lain, melainkan
dinilai dari kemampuan diri kita sendiri dalam memberdayakan potensi yang
kita miliki, untuk melejit melampaui standar yang kita tetapkan sendiri."

Kali ini saya membuka tulisan dengan cerita tentang seekor belalang yang
bertemu dengan seekor kucing. Dalam sebuah perjalanan, seekor belalang
bertemu dengan seekor kucing. Kucing ini menyombongkan diri dan mengatakan
kepada si belalang kecil bahwa tidak ada satupun binatang yang mampu
mengalahkan lompatannya. Mendengar perkataan si kucing, panaslah hati si
belalang. Kemudian belalang kecil ini berani menantang si kucing, bahwa dia
bisa mengalahkan lompatan si kucing.

"Beranikah kamu melayani tantangan saya ?", demikian kata si belalang. "Kita
berlomba melompat di tempat setinggi-tingginya dan pemenangnya diukur bukan
dari seberapa tinggi dia melompat, melainkan diukur dari berapa kali tinggi
lompatan yang dilakukan dibanding tinggi tubuhnya".

Kucing menerima tantangan belalang ini. Kemudian kucing mendapatkan
kesempatan mencoba melompat yang pertama. Hasilnya, ia ternyata berhasil
melompat setinggi sepuluh kali tinggi tubuhnya. Berikutnya giliran si
belalang. Lompatan belalang hanya setinggi setengah dari lompatan kucing,
namun ketinggian lompatan tersebut ternyata setara dengan empat puluh kali
tinggi tubuhnya. Siapakah pemenangnya ? Tentu saja dalam perlombaan ini
belalang kecil adalah pemenangnya. Ia mampu melompat 40 kali lebih tinggi
dari tubuhnya dibandingkan si kucing yang hanya 10 kali lebih tinggi dari
tubuhnya.

Sahabat, pada dasarnya setiap orang bisa menjadi pemenang. Setiap orang bisa
menjadi pemenang sepanjang standarnya bukan diukur berdasarkan standar
potensi orang lain, tetapi berdasarkan standar potensi diri sendiri.
Dibandingkan dengan standar kemampaun potensi diri sendiri. Demikian juga
dalam karier, hidup dan Bisnis, Anda dan saya memiliki potensi dan standar
yang berbeda tentang ukuran keberhasilan. Maka membandingkan kesuksesan diri
kita dengan kesuksesan orang lain adalah tidak bijaksana.

Cara yang tepat dan bijaksana untuk mengukur keberhasilan diri kita adalah
dengan membandingkan pencapain diri kita sesuai dengan potensi yang kita
miliki. Jangan membandingkan dengan pencapaian orang lain, jangan
membandingkan dengan standar orang lain. Sebab kemenangan sejati adalah
kemenangan melewati standar diri kita sendiri dalam berbagai bidang, seperti
kesehatan, kekayaan hati, kekayaan kehidupan spiritual, kekayaan materi
duniawi, keberhasilan prestasi karier dan prestasi bisnis, dalam hal
kemajuan keluarga dan berbagai kehidupan lainnya.

Bertanyalah kedalam diri kita sendiri:
- Apakah hari ini sudah lebih baik dibandingkan hari kemarin ?
- Apakah bulan ini sudah lebih baik dibandingkan bulan lalu ?
- Apakah tahun ini lebih meningkat dibandingkan tahun lalu ?

Tentu saja ukurannya jangan hanya pada materi duniawi semata, tetapi pada
kekayaan nilai-nilai spiritual dalam diri kita. Ukurannya bisa, Apakah sudah
lebih bijaksana, apakah sudah lebih meningkat dalam kehidupan spiritual,
dalam kehidupan karier dan pekerjaan, dalam kehidupan bisnis, dalam
pergaulan dan kemasyarakatan ? Apakah sudah meningkat dalam konstribusi
memberikan manfat kepada orang lain, sikap empati kepada orang lain, sikap
menolong dan memberi bantuan kepada orang lain ? Dan tentu saja masih banyak
lagi standar ukuran sesuai dengan potensi yang Anda miliki.

Jawablah dengan jujur kedalam diri sendiri. Lakukanlah evaluasi kedalam diri
dan mulailah melakukan perubahan-perubahan dari dalam diri kita
sendiri.Susunlah kembali langkah-langkah pengembangan diri Anda kedepan.
Bagaimana agar kedepan kita menjadi lebih bijaksana, menjadi lebih kaya
hati, bisa lebih banyak menolong orang lain, lebih banyak memberi bantuan
kepada orang lain, lebih empati kepada orang yang kesulitan, dll. Selamat
berjuang meraih hidup yang lebih bermakna dan mulia.

SEMOGA BERMANFAAT.