Kamis, 29 Mei 2008

Cinta di senja pernikahan

"Setelah 21 tahun menikah, saya tiba-tiba menemukan cara baru dalam
menyalakan api cinta kami. Api yang muncul tak terduga, dari orang-
orang yang begitu berharga, tapi jarang saya sadari kehadirannya,
karena terlalu terbiasa."

Beberapa waktu lalu istri saya mengusulkan agar saya berkencan dengan
seorang perempuan lain, besok malam. "Kamu akan mencintainya, " kata
istri. "Apa-apaan sih," protes saya. "Mengapa kamu tidak ikut?"
"Itu acara kamu berdua dengan dia," jawab istri.

Perempuan yang dimaksudnya adalah ibu saya yang telah menjanda selama
19 tahun belakangan ini. Saya jarang menemuinya karena kesibukan
kerja dan mengurus tiga anak kami. Malam itu saya telepon ibu,
mengajaknya makan malam dan nonton film. Berdua saja.

"Ada apa dengan istrimu?" kata ibu dari ujung telepon.
Ibu saya adalah tipe yang selalu curiga kalau menerima telepon di
tengah malam atau undangan yang datangnya tiba-tiba. Bagi dia, itu
pasti akan membawa berita buruk. "Saya pikir, pasti akan menyenangkan
kalau kita sekali-sekali ke luar berdua saja," jawab saya. "Ibu mau
sekali," jawabnya setelah terdiam beberapa lama. Aha, dia masih curiga.

Besok malam, sepulang kantor saya ke rumah ibu. Dia terlihat agak
senewen tapi berdandan resmi sekali. Ibu jelas telah menata rambutnya
di salon, dan dia memakai gaunnya yang terbaik. Gaun yang dipakai
pada pesta ulang tahun perkawinan yang terakhir ketika ayah masih hidup.
Ibu menyambut saya dengan senyum lebar.
"Saya bilang ke kawan-kawan tentang rencana kita ini. Mereka semua
kaget dan merasa ikut senang seperti ibu sekarang," kata ibu seraya
masuk mobil. "Mereka bilang besok pagi ingin tahu ceritanya."

Kami pergi ke restoran yang agak mahal. Suasananya elegan, menyenangkan.
Ibu menggandeng lengan saya ketika memasuki ruangan, persis seperti
first lady. Jalannya anggun.

Saya harus membacakan daftar menu karena ibu tak bisa lagi membacanya
walau dengan kacamata tebal.
Ketika sedang membaca daftar itu, saya berhenti sejenak menengok ke ibu.
Dia sedang memandangi saya dengan senyum kasih..
"Dulu, ibu yang membacakan kamu daftar menu ketika kau masih kecil,"
katanya. "Sekarang ibu santai saja. Giliran saya yang melayani ibu," jawab
saya.
Sambil makan, kami membincangkan banyak hal sehari-hari.
Tidak ada topik yang istimewa tapi obrolan mengalir saja sampai-
sampai kami terlambat untuk menonton film.
Mengantarnya pulang, di muka pintu ibu berkata, "Ibu mau pergi lagi
dengan kamu, tapi lain kali ibu yang bayar." Saya setuju.

"Bagaimana kencanmu?" tanya istri saya di rumah.
"Sangat menyenangkan. Lebih dari yang saya duga. Tadinya tidak tahu
mau ngomongin apa."

Beberapa hari kemudian, ibu meninggal karena serangan jantung.
Begitu tiba-tiba kejadiannya, saya tidak sempat berbuat apa-apa untuk
menolongnya.

Satu minggu berlalu, sepucuk surat tiba dari restoran tempat ibu dan
saya makan malam. Surat itu dilampiri kopi tanda lunas.
Ada selembar kertas diselipkan di situ, bertuliskan:
"Ibu sudah bayar makan malam kita karena rasanya tak mungkin kita
makan bersama lagi. Walaupun begitu, ibu sudah bayarkan untuk dua
orang, barangkali untuk kau dan istrimu. Anakku, besar sekali arti
undanganmu malam itu."

Pada detik itulah saya mengerti apa pentingnya arti bahwa kita
mengatakan kepada orang-orang yang kita sayangi mengenai perasaan kita
itu..

Mengatakan pada orang yang kita sayangi bahwa kita sungguh
mencintainya, selagi kita sempat.

Karena itu, katakanlah cinta, jangan pernah menunggu nanti..

Siapa tahu, ketika cinta itu kita tahan, saat akan mengucapkan, sudah
terlambat.. seseorang yang istimewa itu sudah tidak ada lagi...

Dari : milis Money Magnet

0 Comments:

Post a Comment