Rabu, 24 September 2008
Seorang
pria mendatangi Sang Guru, "Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah
jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha
saya kacau. Apa pun
yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin
mati saja.
"Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit." "Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan.
Itu sebabnya saya ingin mati."
Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, Sang Guru meneruskan, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu dinamakan
Alergi Hidup."
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal
yang bertentangan dengan norma kehidupan. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo.
Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit
Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha,
pasti ada pasang-surutnya.
Dalam hal berumah tangga, bentrokan-bentrokan kecil itu lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng.
Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan
suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa, dan menderita
"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersediamengikuti petunjukku," kata Sang Guru.
"Tidak Guru, tidak! Saya sudah betul-betul bosan. Saya tidak ingin hidup," pria itu menolak tawaran Sang Guru.
"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?" "Ya, memang saya sudah bosan hidup."
"Baiklah, kalau begitu maumu. Ambillahbotol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi
besok petang. Besok malam kau akan mati dengan tenang."
Giliran pria itu jadi bingung. Setiap guru yg ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat
hidup. Yang satu ini aneh. Ia malah menawarkan racun. Tetapi karena ia memang sudah betul-betul jemu, ia menerimanya
dengan senang hati. Sesampai di rumah, ia langsung menenggak setengah botol 'obat' dari Sang Guru. Dan......
ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.. . Begitu santai!!!
Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebas dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan utk
makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun
terakhir.
Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau.
Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu. "
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar.Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya
dan ia tergerak untuk melakukan jalan pagi. Pulang ke rumah setengah jam kemudian, ia melihat istrinya
masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2cangkir kopi. Satu untuk dirinya,
satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!
Sang istri pun merasa aneh sekali. Selama ini, mungkin aku salah, "Maafkan aku, sayang."
Di kantor, ia menyapa setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini boss kita kok aneh ya?"
Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin
meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah.
Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap perbedaan pendapat. Tiba-tiba hidup menjadi indah.
Ia mulai menikmatinya. Pulang ke rumah petang itu, ia menemukan istri tercintamenungguiny a di beranda.
Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini
aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Pa, maafkan kami semua.
Selama ini Papa selalu stress karena perilaku kami."
Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Seketika hidup menjadi sangat indah.
Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum?
Ia mendatangi SangGuru lagi. Melihat wajah pria itu, Sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi,
"Buang saja botol itu. Isinya air biasa kok. Kau sudah sembuh! Jika kau hidup dalam kekinian, jika kau hidup dengan
kesadaran bahwa engkau bisa mati kapan saja, kau akan menikmati setiapdetik kehidupan.
Hilangkan egomu, keangkuhanmu. Jadilah lembut,selembut air, dan mengalirlah bersama sungai kehidupan.
Kau tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah jalan menuju ketenangan.
Itulah kunci kebahagiaan. "
Pria itu mengucapkan terima kasih, lalu pulang untuk mengulangi pengalaman sehari terakhirnya.
Ia terus mengalir. Kini ia selalu hidup dengan kesadaran bahwa ia bisa mati kapan saja. Itulah sebabnya, ia
selalu tenang, selalu bahagia!
Tunggu. Kita semua SUDAH TAHU bahwa kita BISA MATI KAPAN SAJA. Tapimasalahnya:
apakah kita SELALU SADAR bahwa kita BISA MATI KAPAN SAJA???
Dari milis Money Magnet
Senin, 22 September 2008
Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil
balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu sebab ini adalah babak final.
Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan
yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah
peraturannya.
Ada seorang anak bernama Unyil. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk
dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Unyil lah
yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu
untuk berpacu melawan mobil lainnya.
Yah, memang mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan
sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang
dimiliki mobil mainan lainnya . Namun, Unyil bangga dengan itu semua. Sebab,
mobil itu buatan tangannya sendiri.
Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap
anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka
kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4
"pembalap" kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4jalur terpisah
diantaranya.
Namun, sesaat kemudian. Unyil meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai.
la tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam dengan
tangan yang bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian. la berkata,
"Ya, aku siap!".
Dor. Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong
mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang
bersorak-sorai bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing "Ayo ayo . .
cepat . . cepat. .
maju. . maju". begitu teriak mereka. Daaann . . . sang pemenang harus
ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan, Unyil lah
pemenangnya. Ya, semuanya senang riang, begitu juga Unyil. la berucap dan
berkomat-kamit lagi dalam hati. "Terima kasih."
Saat pembagian piala tiba. Unyil maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala
itu diserahkan, ketua panitia bertanya. "Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa
kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?". Unyil terdiam. "Bukan Pak, bukan itu
yang aku panjatkan" kata Unyil.
la lalu melanjutkan, "Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk
menolong kita mengalahkan orang lain. "Aku, hanya bermohon pada Tuhan,
supaya aku tak menangis, jika aku kalah." Semua hadirin terdiam mendengar
itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi
ruangan.
Dari milis Money Magnet
Selasa, 09 September 2008
Dear teman-teman dan sahabat tersayang... .
Mohon maaf sebelumnya, saya baru hari ini dapat menjawab email dan beberapa sms simpati yang saya terima, sehubungan dengan kejadian luar biasa yang menimpa putri tercinta kami, R.A. Granita Ramadhani, pada hari Selasa tanggal 2 September 2008 sekitar jam 18.35-18.40 di lokasi jembatan penyebarangan depan gedung DPR/MPR – Jalan Gatot Subroto Jakarta.
Kejadian itu memang di luar dugaan kami, karena seperti biasa, putri kami (panggilan sayangnya adalah Dhani) yang bertugas sebagai jurnalis Hukum-online di Gedung DPR, meliput berita-berita yang menjadi tugasnya. Sore itu, tidak seperti biasa, setelah peliputan sidang dia meliput ekstra wawancara. Dan setelah selesai, dia memutuskan untuk segera pulang ke rumah dengan menggunakan bus kota. Itu sebabnya dia memilih memintas melalui jembatan penyeberangan di depan gedung DPR/MPR. Saat itu, jembatan dalam keadaan sepi. Namun di pertengahan jembatan ada seseorang, menggunakan topi dan jaket, sedang berdiri. Dhani sudah merasa tidak enak, dan cukup aneh karena ada seseorang berdiri seperti menunggu.
Ketika dia melewati orang tersebut, Dhani sudah merasa akan terjadi sesuatu. Dan tiba-tiba orang tersebut mengikutinya ( seperti mengejar), lalu memukul bagian belakang tubuhnya. Dhani berbalik, dan menghindar, tetapi orang tersebut, yang tingginya hampir sama dengan anak saya berhasil merobohkan Dhani dan memukul serta menendang bagian perut dan dada. Lalu Dhani direbahkan di sisi jembatan, dengan kepala dibenturkan beberapa kali ke pinggiran jembatan ( sehingga terjadi luka dan memar di kiri atas kepala). Belum cukup dengan itu, pelaku masih berusaha mencekik Dhani beberapa kali sambil terus memukuli dan membenturkan kepala Dhani ke lantai dan sisi jembatan.
Kemudian, entah bagaimana, tiba-tiba Dhani merasakan sakit luar biasa di kepala, dan sesuatu yang basah mengalir di kepalanya. Lalu orang tersebut mengambil tasnya ( yang berisi handphone, voice recorder, dompet, data hasil wawancara dan dokumen penting yang diperolehnya untuk penulisan hasil liputan), sambil mengancam akan membunuhnya kalau Dhani melawan. Kelihatannya ini ancaman yang cukup serius, sehingga Dhani memutuskan untuk diam sejenak dan membiarkan pelakunya melarikan tas yang berisi data-data penting tersebut. Setelah merasa cukup kuat, Dhani baru berteriak minta tolong ( namun di situ tidak ada siapa-siapa) , dan turun tangga menuju ke halte di bawah.
Pada saat itu ada beberapa orang di halte ( yang langsung berteriak panik dan berbagai reaksi kaget lainnya), dan ada yang bertanya , kenapa . Dhani hanya bisa mengatakan ,�Rampok ! Di atas�. Saat itu wajahnya sudah berlumuran darah, dan sudah membasahi pakaiannya. Melihat tidak ada yang bereaksi, Dhani mengambil inisiatif ingin membeli segelas aqua untuk membersihkan wajahnya ( terutama matanya yang sudah mulai mengabur tertutup cairan). Saat itu seorang bapak (yang kemudian kami ketahui bernama Bapak Solidri – dari Press Room DPR/MPR) mengenali Dhani dari ID-card Pers yang tergantung di lehernya, dan menegur Dhani...Atas kebaikan Bapak tersebut, Dhani berhasil menghubungi saya.
Saat itu, jam 18.45, saya sedang dalam perjalanan pulang ke rumah bersama suami saya. Ketika melihat nomor tidak dikenal di ponsel saya, perasaan saya sudah tidak enak. Suara Pak Solidri yang panik, dan kemudian teriakan Dhani yang bilang begini ,� Ibu...ini aku. Aku diserang...dipukuli ...aku berdarah !�
Sedetik jantung saya nyaris berhenti. Lalu saya bertanya pelan (untuk tidak menimbulkan kepanikan) ,�Di mana ?�
“Di depan DPR, di jembatan penyebarangan, arah BPK�.
“Oke...kamu dengan siapa ? Ibu akan menuju ke sana sekarang.�
Telepon ditutup. Dan saya berbicara dengan suami yang duduk di sebelah saya dengan wajah gelisah.�Kenapa ?�
“Dhani diserang orang ! Di jembatan depan DPR. Kita sekarang ke sana. Yi, langsung belok ke kanan !� Saat itu kami di posisi dekat lampu merah Pondok Indah – Ciputat Raya. Seketika wajah suami saya pucat ( saya kuatir dia yang shock !).
“Siapa yang menyerang ?� suami saya bertanya panik (...dan pasti marah sekali...dia belum sekalipun menyakiti si Cantik kami..).
“Saya tidak tahu, Yah. Sekarang nggak usah dipikirin siapa yang menyerang, tapi kita ambil langkah dulu.�
Lalu saya telepon balik ke nomor tadi, dan berbicara dengan Pak Solidri. “Maaf, Pak. Bagaimana dengan kondisi anak saya ? Saya bisa minta tolong untuk menjaga anak saya ?�
Pak Solidri kedengaran panik. Dan menanyakan posisi saya, yang masih di sekitar Ciputat Raya arah Kebayoran Lama. Saat itu, waktu satu menit rasanya seperti berjam-jam. Saya hanya bisa berdoa ,�Ya, Allah...maafkan aku. Tidak bisa menjaga titipanMu. Apakah Engkau akan mengambil dia saat ini ? Seandainya Engkau berkenan, tolong jaga dia ya, Allah...Tolong jaga titipanMu. Aku tidak bisa menjaganya saat ini. Tolong kirimkan Malaikat-malaikatMu untuk menjagaNya�.
Beberapa menit kemudian, saya menelepon Pak Solidri lagi, dan mereka memutuskan untuk membawa anak saya ke rumah sakit terdekat.�Kami tidak bisa menunggu Ibu, terlalu lama. Pendarahannya luar biasa. Anak ibu ditusuk di kepala.�
“Ya, sudah...tolong dibantu Pak. Kami segera menuju ke RS Mintoharjo.�
Lalu saya menelepon seorang teman kantor , untuk minta bantuan teman yang memiliki akses di RSAL Mintoharjo, untuk persiapan di sana sebelum kami tiba. Saya juga minta bantuan teman yang memiliki akses ke Security untuk keamanan anak saya di lokasi. Suami saya meminta bantuan polsek terdekat di Tanah Abang. Dan setelahnya saya hanya bisa berdoa. Memohon kekuatan kepada Allah, terutama agar suami saya kuat menghadapi kejadian ini...(sepanjang sisa perjalanan dia panik dan sudah menduga hal-hal terburuk yang mungkin terjadi). Saya membesarkan hatinya, dan bilang ,�Tidak usah menduga-duga. ..kita serahkan kepada Allah. Semoga Allah masih menjaga Dhani�.
Sementara itu, suami saya terus menghubungi ponsel anak saya, dan aneh sekali, ponsel itu bisa menerima panggilan sehingga kami dapat memantau si pelaku, yang kemungkinan besar naik kendaraan umum ke arah Sudirman, dan kemudian beberapa teriakan-teriakan. Akhirnya saya mendengar suara, seseorang ( yang ternyata polisi lalulintas di daerah Tosari) yang sedang bertanya kepada si pelaku. Beberapa saat kemudian, suami saya mendapat telepon dari nomor ponsel anak saya, yang menanyakan apakah kami kehilangan sesuatu. Sungguh ajaib. Tangan Allah bermain di sini. Bagaimana mungkin dalam hitungan menit, pelaku sudah tertangkap. Jauh dari TKP, dan ditangkap oleh Polisi lalulintas yang sedang bertugas di dekat jembatan Tosari.
Saat itu saya sudah tiba di RSAL Mintoharjo, dan mendapati anak saya sedang terbaring di ruang UGD dan sedang dijahit bagian kepalanya. Saya melihat luka terbuka yang tidak rata, dan ada bagian daging / jaringan yang hilang dari keningnya. Dengan menguatkan hati (perut saya sudah sakit seperti dipilin), saya mencium anak saya dan memegang tangannya yang dingin dan tubuh yang menggigil (akibat shock kehilangan darah juga). Saya berbicara ke Dhani, “Ibu sudah di sini Cantik. Ibu jaga kamu.� Lalu saya panggil suami sebentar, dan saya lihat suami saya hanya bisa diam menahan tangis. Dia tidak lama di situ, karena kami harus berbagi tugas. Saya mendampingi anak saya, dan suami saya bertemu dengan pihak security dari kantor saya yang membantu mendampingi anak saya di RSAL bersama dengan para pengantar dari TKP.
Menit demi menit berlalu, saya tidak tahan lagi dan merasa akan pingsan. Beberapa orang menyarankan saya ke luar. Lalu saya ke luar dan terduduk di depan lobby. Saya harus kuat, agar dapat terus mendampingi anak saya. Masih banyak hal yang mesti dibereskan. Saya sempat beristirahat sebentar di ruang depan UGD, sambil mempersiapkan administrasi untuk perawatan di RS.
Tidak lama, kening anak saya sudah selesai dijahit ( dengan model seperti jahitan kasur Palembang... berkerut- kerut...karena jaringan yang robek tidak rata dan terpecah-pecah) . Kami mendapat tempat di ruang rawat VIP, karena saya menginginkan anak saya dapat beritirahat dan memulihkan kondisinya.
Pada saat itu tim security dan lain-lain yang sudah berhasil menemukan pelaku, datang membawa barang bukti yang tadi sempat diambil paksa oleh pelaku. Saya mengecek barang bukti, dan semua lengkap (terutama data yang dibutuhkan anak saya), kecuali dompet yang berisi kartu identitas anak saya. Tim security dan polisi lalulintas yang menemukan pelaku, menanyakan kepada saya, mau diapakan si pelaku ?
Saat itu hati saya berperang : antara logika dan hati nurani.
Tadi saya sudah berdoa kepada Allah :� Ya, Allah...seandainya Engkau berkenan, kembalikanlah anak kami, titipanMu, dengan selamat. “ Sekarang anak saya sudah kembali dengan selamat. Bahkan barang-barang yang sangat berarti bagi pekerjaannya sudah ditemukan. Jadi saya mau menuntut apa lagi ? Mengenai cedera yang dialami anak saya, sudah ada dokter yang akan menangani. Mengenai dampak dan trauma psikologis yang dialaminya, barangkali masih bisa disembuhkan. Jadi mau apa lagi ?
Saat itu saya benar-benar dilematis. Saya harus memilih, apakah saya akan menggunakan kekuasaan dan kekuatan untuk menentukan nasib orang lain. Yang nota bene sudah menyakiti dan melukai anak saya. Apakah saya harus menjadi hakim bagi seseorang , yang mungkin tidak pernah memilih hidupnya menjadi seorang pelaku kejahatan ? Apakah saya harus menjadi algojo dan memberi vonis akhir bagi kehidupan seseorang ?
Saya hanya mampu berdoa ,�Berikan kekuatan kepadaku, ya Allah. Engkau telah mengembalikan dan mempercayakan kembali apa yang tadi aku minta. Berikan petunjukMu , ya Allah?�
Dalam hitungan detik, saya mampu mengambil keputusan. Saya katakan kepada pihak security yang mendampingi saya ,�Ya, sudahlah Pak. Saya sudah ikhlas. Saya sudah maafkan. Bawa saja dia. Lepaskan saja.�
Lalu saya berbalik kembali ke kamar perawatan anak saya. Tidak lama suami saya menyusul, dan menanyakan pendapat saya. Saya bilang ,�Yah...aku sudah ikhlas. Aku sudah maafkan. Kita sudah dapat Dhani kembali. Terserah Ayah mau bagaimana.�
Suami saya pergi ke luar. Menghadapi pelaku tersebut. Dan tidak lama kemudian kembali ke ruangan. “Sudah selesai. Sudah aku lepaskan. Tadi sudah aku kasih ongkos untuk dia pulang kampung. Jakarta sudah terlalu kejam untuk orang-orang yang tidak mampu beradaptasi. Lagi pula ini bulan Ramadhan.�
Saya memeluk suami saya. Kami sudah mendapatkan apa yang kami minta. Anak kami yang tercinta kembali dengan selamat, dengan luka di keningnya. Dengan luka di hatinya. Tapi dengan kehormatan yang tetap terjaga. Itu yang paling penting untuk kami berdua.
♥♥
Teman dan sahabat semua...
Barangkali akan banyak orang yang tidak mengerti jalan pikiran kami, teman-teman, keluarga, kenalan dan semua pihak yang mengenal kami termasuk pihak kepolisian yang sangat menyesalkan keputusan itu. Tapi kami berprinsip, ada saatnya kita menggunakan logika, dan ada saatnya kita menggunakan hati.
Kalau ditanya bagaimana hati saya, pastilah saya merasa sakit dan terluka. Tapi setelah saya merenung, saya yakin bahwa di balik semua ini pasti ada ‘pesan’ tertentu dari Allah Yang Maha Mengetahui. Apa yang harus saya dapatkan, dan bagaimana mendapatkan itu.
Satu hal yang jelas saya dapat adalah ‘keajaiban’ pertolongan Allah. Bagaimana mungkin, seluruh barang yang sangat penting bagi anak saya bisa kembali dengan utuh. Termasuk dompetnya yang ditemukan seseorang yang baik hati di dekat gedung GKBI. Juga, bagaimana tangan-tangan malaikatNya turun melalui orang-orang yang tidak kita duga. Ibu-ibu para joki 3-1 (Ibu Ana dan mbak Maya), pengemudi ojek yang langsung bereaksi mengejar pelaku, penjual aqua, staf Press Room yang kebetulan pernah melihat anak saya di ruang sidang DPR, rekan jurnalis yang kebetulan ada di dekat TKP, rekan-rekan dari Security TAG, dan banyak pihak lain yang tidak kami kenal sebelumnya.
Saya juga melihat, betapa berperannya fungsi SMS, yang pada saat diperlukan telah membantu saya mengirim informasi dan melakukan tindak lanjut yang penting. Sepanjang malam, hingga keesokan dan seterusnya.. .ucapan simpati, dukungan, doa...dari teman-teman, sahabat dan keluarga mengalir seperti banjir. Mengisi ruang hati saya, si Cantik kami, dan suami. Luar biasa...
Sungguh sebuah perjalanan yang menakjubkan.
Saya hanya mampu mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu anak saya dari tempat kejadian hingga di RSAL Mintohardjo. ..Pak Solidri (yang terus mendampingi anak saya dari TKP hingga di UGD), Ibu Ana dan mbak Maya (yang memangku dan membantu membersih darah di wajah Dhani) , mas Ikrar, Pak Darno dan rekan-rekan dari TAG (yang begitu gesit menjaga di RSAL dan membawa pelaku yang tertangkap), pengemudi taksi Putera yang iklas mobilnya terkena bercak darah anak saya, Pak Manurung dan Siburian (Polantas yang bertugas di kawasan Tosari...bapak- bapak adalah polisi luar biasa..), paramedis dan dokter di UGD RSAL Mintohardjo, pengemudi ojek yang belum kami ketahui namanya, Bapak Rubiono (yang menemukan dompet anak saya), dokter Danny ( yang melakukan operasi plastik terhadap anak saya...thanks ya Dok, Anda sangat membesarkan hati anak saya...)..
Juga terimakasih yang khusus untuk sahabat jiwa saya, Nonce yang membawakan segelas teh manis hangat untuk saya...(Loe tau gw bisa sakaw kalo gak minum teh manis...uuuuh. ..love U..), Yetty ( thanks banget sudah menjadi pasukan UGD buat aku...welcome back ..), Tami, Adith dan mas Tyo (sorry kalau telat ngabarin...ada masalah koneksi..thanks bangeeet sudah menempuh kemacetan untuk menemani...) , my great friend Fish dan Dove yang selalu mensupport, juga Mr Terri yang mendukung dalam cuek...Sahabat- sahabat di HOS...(kalian memang luaaaaarrrrrr biasaaaaaa.. ..!!!), terutama mbak Mega yang special mengirim suaminya untuk mengunjungi kami di RS...(wooww. ..it’s a great parcel...hehehe. ..thanksssss bangeettt).. . included sahabat-sahabat para pecinta kemanusiaan. ..Angel’s HOS (mb Sadrah...sabar yaaa..., mb Bea..cihuyyyy. ..Monik, Atun, Astruth, Ary), dan para begawan...mas Bima, Iman, pakdhe Djoko-ku...( uuuh...thanks supportnya yaa....greaaat ), mas Herry, Kun-kun, Renaldi, mas Jack, mas Bakri, mas Abe, Mas Hendrawan,.. .Kang Asep my great guru...(support Akang sungguh menguatkan kami...)...Pak Krish...(thankss. ..bangeet dukungannya) Sahabat-sahabat TCI...kang Dedet, Mas Hendry, mas Harry Uncommon, mas Yunus, mb Lilla, mb Lina,...semua deeeh...
Juga sahabat-sahabat dari jaman SMP dan SMA ( Ully, Vera, Rita, Ninin...thanks sudah menemani aku menghadapi hari sulit kemaren...tawa kalian membuat aku kuat dan bersemangat lagi...kalian memang forever friend...juga Lina, Tuti, dan semuanya), juga Zulian-Datik sekeluarga yang begitu penuh kasih menguatkan aku (thanks buat supportnya setiap hari...aku dapat energi luar biasa...)... Tim Arisan HIMPSI...(Nno, Kko, Eyang Nki, mb Nke, nDaru, Eyang mBg, RI-1, mb Yus...thanks support dan doa dibalik puding dan bunga...hiks hiks...jadi pengen nangis sekarang...) ..Sahabat- sahabat special dari Dago Pojok Bandung...(Tutsyeee ...Unye, Jun-i, Jun-ed, Tje-h, Maya, semuanya deeeh...termasuk Mbak Hana...support kalian tak diragukan lagi...bener- bener khas Insom-Mania. ..)...
Dan terima kasih tak terhingga untuk teman seperjalanan selama belasan tahun ini, teman dan sahabat-sahabat BCA – rumah keduaku...very special friend Kuri, Kenyot, Dikun...(uuuh. ..tetap menjadi bodyguard yang cepat tanggap darurat...he he ..meniru iklan “loe tau yang kumau�...hik hik..)...teman- teman BDI (hu hu hu...P. SC, Yanto, Na, Daud, Wal, BT, SW, Umbo, Edo, Wal, Wartim, Ai, Tuti...kalian adalah orang luar biasa...like my lovely family)...dan tim olahraga Senayan (mas Spt, Rini, mb DN, en de geng..)...juga Tek-tek (..EO Forever...hi hi..), Lilik, Indah dan semua rekan DHR..dan semua-mua deeeh...
Oya....terima kasih sebesar-besarnya juga buat semua teman dan kolega-kolega Dhani...di Hukum-Online. ..(thanks sudah menemani pada saat yang sulit...dengan canda dan tawa yang menguatkan Dhani...), juga buat teman-teman Dhani di Fakultas Hukum – Eksention UI (thanks atas penguatannya. ..), juga teman-teman di lingkar persahabatan jurnalis khususnya di komunitas jurnalis DPR/MPR yang telah mendukung Dhani...Tak lupa teman-teman jaman SD sampai SMA...(kalian benar-benar teman sejati seperjalanan. ..salut atas persahabatan kalian yang begitu panjang...). ..
Dan special thanks buat Ferdy...yang menjadi tumpuan hati si Cantik Dhani...thanks sudah selalu mendampingi pada saat paling sulit kemaren ini dan memberikan telinga untuk mendengar luapan emosinya...
The laaaaasssstttt. ..semua keluarga dan sahabat di mana pun berada...kebersamaa n dengan kalian membuat kami merasa begitu berharga dan dicintai...Sungguh kami merasa sangat kaya dan memperoleh kelimpahan luar biasa ... Di tengah kegalauan hati...uluran tangan kalian sungguh membuat kami menjadi kuat dan tetap bersemangat.
Kami yakin, apa pun yang terjadi bukan sebuah cobaan atau musibah, tetapi sebuah proses pembelajaran untuk kita semua. Kami beruntung, memperoleh kesempatan mendapat pembelajaran ini bersama-sama dengan sahabat-sahabat yang menemani kami. Kami yakin, bahwa ini adalah bukti kasih sayang Allah kepada kami. Memberikan kami mata pelajaran pendahuluan, yang barangkali belum dipercayakan kepada orang lain. Satu hal yang menjadi pegangan saya adalah jangan pernah bertanya ,�Mengapa ?� dan menyesalinya. Tapi bersyukurlah, kita diberi kelebihan untuk menjalaninya, dan melewatinya. ..
Teman dan sahabat...saya percaya satu hal...
Nothing happens in God's universe by accident.
Everyone that crosses our paths, has been there
for a reason…
Jakarta, 5 September 2008
Love U Allz….
Salam sayang dari kami sekeluarga,
Ietje – Guntur – Dhani
Rabu, 03 September 2008
Happiness Gede Prama Off Air
Stop Comparing, Start Flowing !
Gede Prama memulai talkshow dengan bercerita tentang tokoh asal Timur
Tengah, Nasruddin. Suatu hari, Nasruddin mencari sesuatu di halaman
rumahnya yang penuh dengan pasir. Ternyata dia mencari jarum.
Tetangganya yang merasa kasihan, ikut membantunya mencari jarum
tersebut. Tetapi selama sejam mereka mencari, jarum itu tak ketemu juga.
Tetangganya bertanya, "Jarumnya jatuh dimana?"
"Jarumnya jatuh di dalam," jawab Nasruddin.
"Kalau jarum bisa jatuh di dalam, kenapa mencarinya di luar?" tanya
tetangganya. Dengan ekspresi tanpa dosa, Nasruddin menjawab, "Karena di
dalam gelap, di luar terang."
Begitulah, kata Gede Prama, perjalanan kita mencari kebahagiaan dan
keindahan. Sering kali kita mencarinya di luar dan tidak mendapat
apa-apa. Sedangkan daerah tergelap dalam mencari kebahagiaan dan
keindahan, sebenarnya adalah daerah-daerah di dalam diri.
Justru letak
'sumur' kebahagiaan yang tak pernah kering, berada di dalam. Tak perlu
juga mencarinya jauh-jauh, karena 'sumur' itu berada di dalam semua
orang.
Sayangnya karena faktor peradaban, keserakahan dan faktor lainnya,
banyak orang mencari sumur itu di luar. Ada orang yang mencari bentuk
kebahagiaannya dalam kehalusan kulit, jabatan, baju mahal, mobil bagus
atau rumah indah.
Tetapi kenyataannya, setiap pencarian di luar
tersebut akan berujung pada bukan apa-apa. Karena semua itu, tidak akan
berlangsung lama. Kulit, misalnya, akan keriput karena termakan usia,
mobil mewah akan berganti dengan model terbaru, jabatan juga akan hilang
karena pensiun.
"Setiap perjalanan mencari kebahagiaan dan keindahan di luar, akan
selalu berujung pada bukan apa-apa, leads you nowhere. Setiap
kekecewaan hidup yang jauh dari keindahan dan kebahagiaan, berangkat
dari mencarinya di luar," tegas Gede Prama.
Untuk mencapai tingkatan
kehidupan yang penuh keindahan dan kebahagiaan, seseorang harus melalui
5( lima ) buah 'pintu' yang menuju ke tempat tersebut.
Pintu pertama adalah stop comparing, start flowing.
"Stop membandingkan dengan yang lain. Seorang ayah atau ibu belajar
untuk tidak membandingkan anak dengan yang lain. Karena setiap
pembandingan akan membuat anak-anak mencari kebahagiaan di luar," ujar
Gede Prama.
Setiap penderitaan hidup manusia, setiap bentuk ketidakindahan, menurut
Gede Prama, dimulai dari membandingkan. Gede Prama mencontohkan orang
kaya berkulit hitam yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa dia
berkulit hitam. Orang itu sering kali membandingkan dirinya dengan orang
kulit putih.
"Uangnya banyak, mampu mengongkosi hobinya untuk operasi plastik.
Sehingga orang yang hidup dari satu perbandingan ke perbandingan lain,
maka hidupnya kurang lebih sama dengan seorang orang kaya itu. Leads you
nowhere," kata Gede Prama dengan logatnya yang khas.
Karena itu, Gede Prama mengajak peserta ke sebuah titik, mengalir
(flowing) menuju ke kehidupan yang paling indah di dunia, yaitu menjadi
diri sendiri. Apa yang disebut flowing ini sesungguhnya sederhana saja.
Kita akan menemukan yang terbaik dari diri kita, ketika kita mulai
belajar menerimanya. Sehingga kepercayaan diri juga dapat muncul.
Kepercayaan diri ini berkaitan dengan keyakinan-keyakinan yang kita
bangun dari dalam. "Tidak ada kehidupan yang paling indah dengan menjadi
diri sendiri. Itulah keindahan yang sebenar-benarnya! " kata Gede Prama.
Pintu kedua menuju keindahan dan kebahagiaan adalah memberi. Sebab
utama kita berada di bumi ini, kata Gede Prama, adalah untuk memberi.
"Kalau masih ragu dengan kegiatan memberi, artinya kita harus memberi
lebih banyak," ujar Gede Prama.
"Saya melihat ada 3 tangga emas kehidupan; I intend good, I do good and
I am good. Saya berniat baik, saya melakukan hal yang baik, kemudian
saya menjadi orang baik. Yang baik-baik itu bisa kita lakukan, bila kita
konsentrasi pada hal memberi," lanjut Gede Prama lagi. Memberi tidak
harus selalu dalam bentuk materi. Pemberian dapat berbentuk senyum,
pelukan, perhatian. Dan setiap manusia yang sudah rajin memberi, dia
akan memasuki wilayah beauty and happiness.
"Saya sering bertemu dengan orang-orang kaya. Ada yang suka memberi, ada
yang pelit. Saya melihat orang yang tidak suka memberi muka orang itu
keringnya minta ampun. Orang yang mukanya kering ini bertanya pada saya,
apa rahasia kehidupan yang paling penting yang bisa saya bagi ke saya.
Saya bilang sleep well, eat well," ungkap Gede Prama sambil tersenyum.
Artinya memang, untuk ongkos untuk menjadi bahagia tidak mahal. Hanya
saja orang sering kali memperumit hal yang sudah rumit. Kalau kita
sederhanakan, sleep well, eat well akan jadi mudah jika diikuti dengan
kegiatan memberi.
Pintu ketiga untuk menuju keindahan dan kebahagiaan adalah berawal dari
semakin gelap hidup Anda, semakin terang cahaya Anda di dalam.
Perhatikanlah bintang di malam hari tampak bercahaya, jika langitnya
gelap. Sedangkan, lilin di sebuah ruangan akan bercahaya bagus, jika
ruangannya gelap. Artinya, semakin Anda berhadapan dengan masalah dan
cobaan dalam hidup, semakin bercahaya Anda dari dalam.
"Jika Anda punya suami yang keras dan marah-marah, jangan lupa
bersyukurlah. Karena suami yang keras dan marah-marah, membuat sinar
dari dalam diri Anda bercahaya. Anda punya istri cerewetnya minta
ampun. Bersyukurlah, karena orang cerewet adalah guru kehidupan
terbaik. Paling tidak dari orang cerewet kita belajar tentang kesabaran.
Jika Anda punya atasan diktatornya minta ampun. Bersyukurlah, karena
Anda dapat belajar tentang kebijaksanaan, " ujar Gede Prama membesarkan
hati.
Orang yang pada akhirnya menemukan keindahan dan kebahagiaan, menurut
Gede Prama, biasanya telah lulus dari universitas kesulitan. Semakin
banyak kesulitan hidup yang kita hadapi, semakin diri kita bercahaya
dari dalam. Mengutip perkataan Jamaluddin Rumi, semuanya dikirim sebagai
pembimbing kehidupan dari sebuah tempat yang tidak terbayangkan.
"Tidak hanya orang cantik saja yang berguna, orang jelek juga berguna.
Gunanya adalah karena orang jelek, orang cantik terlihat jadi tambah
cantik," kata Gede Prama disambut tawa peserta. "Jadi semuanya ada
gunanya, untuk menghidupkan cahaya-cahaya beauty and happiness,"
tegasnya.
Pintu keempat adalah surga bukanlah sebuah tempat, melainkan adalah
rangkaian sikap. "Bila Anda melihat hidup penuh dengan kesusahan dan
godaan, maka neraka tidak ketemu setelah mati. Neraka sudah ketemu
sekarang," ujar Gede Prama.
Sedangkan Anda akan bertemu surga, jika hasil dari rangkaian sikap Anda
benar. Sikap ini dimulai dari berhenti mengkhawatirkan segala
sesuatunya, dan coba yakinkan diri bahwa everything will be allright.
Setiap kali kita melalukan ritual peribadatan, tetapi setiap kali pula
kita merasa takut. Padahal ketakutan adalah sebentuk ketidakyakinan
terhadap kebenaran.
"Kalau Anda melalukan ritual peribadatan tapi masih takut, mending
jangan melalukan ritual peribadatan, karena toh Anda tidak yakin
terhadap kebenaran," kata Gede Prama.
"Segala sesuatunya menjadi baik-baik saja jika Anda mencintai yang
kecil," sambung Gede Prama.
Pintu kelima menuju keindahan dan kebahagiaan yakni tahu diri kita dan
kita tahu kehidupan. Manusia-manusia yang tidak tahu diri adalah manusia
yang tidak pernah ketemu keindahan dan kebahagiaan dalam hidupnya.
"Sumur kehidupan yang tidak pernah kering berada di dalam. Sumur ini
hanya kita temukan dan kita timba airnya kalau kita bisa mengetahui
diri kita sendiri," kata Gede Prama.
Seandainya diri sendiri telah ditemukan, maka artinya kita kemudian
mengetahui kehidupan.
Beberapa bulan yang lalu di meja pemesanan kamar hotel,
saya melihat suatu
kejadian yang sangat mengesankan: betapa sulitnya menjadi
resepsionis.
Saat itu sekitar pukul lima sore, petugas resepsionis hotel
sibuk
mendaftar tamu-tamu baru. Orang di depan saya memberikan
namanya kepada
pegawai di belakang meja dengan nada memerintah. Laki-laki
berwajah
sumringah itu pun berkata, "Baik, Bapak, kami sediakan
satu kamar single
untuk Anda."
"Single?" bentak orang itu, "saya memesan
double!"
Pegawai hotel tersebut berkata dengan sopan, "coba
saya periksa sebentar."
Ia menarik permintaan pesanan tamu dari arsip dan berkata,
"Maaf, Bapak,
telegram Anda menyebutkan single. Saya akan senang sekali
menempatkan Anda
di kamar double kalau memang ada. Tetapi semua kamar double
sudah penuh."
Tamu yang berang itu berkata, "Saya tidak peduli apa
bunyi kertas itu,
saya mau kamar double!"
Kemudian ia mulai bersikap 'kamu-tahu-siapa- saya',
diikuti dengan "saya
akan usahakan agar kamu dipecat. Kamu lihat nanti. Saya
akan buat kamu
dipecat."
Di bawah serangan gencar, pegawai muda tersebut menyela,
"kami menyesal
sekali tidak bisa memenuhi permintaan Bapak, tetapi kami
bertindak
berdasarkan instruksi Anda."
Akhirnya, sang tamu yang terbakar amarah itu berkata,
"saya tidak akan mau
tinggal di kamar yang terbagus di hotel ini sekarang.
Manajemennya
benar-benar buruk!" Dan ia pun keluar.
Saya menghampiri meja penerimaan sambil berpikir si pegawai
pasti masih
memasang wajah masam setelah baru saja dimarahi
habis-habisan. Sebaliknya,
ia menyambut saya dengan salam yang ramah sekali
"Selamat malam, Bapak."
Ketika ia mengerjakan tugas rutin yang biasa dalam mengatur
kamar untuk
saya, saya berkata kepadanya, "saya mengagumi cara
Anda mengendalikan diri
tadi. Anda benar-benar sabar."
"Saya tidak dapat marah kepada orang seperti itu. Anda
lihat, ia
sebenarnya bukan marah kepada saya. Saya cuma korban
pelampiasan
kemarahannya. Orang yang malang tadi mungkin baru saja
ribut dengan
istrinya, atau bisnisnya mungkin sedang lesu, atau
barangkali ia merasa
rendah diri, dan ini adalah peluang emasnya untuk
melampiaskan
kekesalannya. "
Pegawai tadi menambahkan, "pada dasarnya ia mungkin
orang yang sangat
baik. Kebanyakan orang begitu."
Sambil melangkah menuju lift, saya mengulang-ulang
perkataannya, "pada
dasarnya ia mungkin orang yang sangat baik. Kebanyakan
orang begitu."
Ingat dua kalimat itu kalau ada orang yang menyatakan
perang pada Anda.
Jangan membalas. Cara untuk menang dalam situasi seperti
ini adalah
membiarkan orang tersebut melepaskan amarahnya, dan
kemudian lupakan saja.
Sumber :http://layar.suaramerdeka. com/index. php?id=322
Senin, 01 September 2008
SEORANG lelaki tua yang baru ditinggal mati isterinya tinggal
bersama anaknya, Arwan dan menantu perempuannya, Rina
serta cucunya, Viva yang baru berusia enam tahun.
Tangan lelaki tua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu.
Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.
Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang
orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya
yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap
makanan.
Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah.
Sebenarnya dia merasa malu seperti itu di depan anak menantu,
tetapi dia gagal menahannya. Oleh karena kerap sekali dilirik
menantu, selera makannyapun hilang. Dan tatkala dia memegang gelas
minuman, pegangannya terlepas. Praaaaaannnnngggggg !!
Bertaburanlah serpihan gelas di lantai dan minuman itu tumpah
membasahi taplak.
Pak tua menjadi serba salah. Dia bangun, mencoba memungut
serpihan gelas itu, tapi Arwan melarangnya. Rina cemberut,
mukanya masam. Viva merasa kasihan melihat kakeknya, tapi dia
hanya dapat melihat untuk kemudian meneruskan makannya.
Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita harus lakukan
sesuatu, ujar sang istri. "Aku sudah bosan membereskan semuanya
untuk pak tua ini."
"Esok ayah tak boleh makan bersama kita," Viva mendengar ibunya
berkata pada kakeknya, ketika kakeknya beranjak masuk ke dalam kamar.
Arwan hanya membisu.
Sempat anak kecil itu memandang tajam ke dalam mata ayahnya.
Demi memenuhi tuntutan Rina, Arwan membelikan sebuah meja kecil
yang rendah, lalu diletakkan di sudut ruang makan. Di situlah
ayahnya menikmati hidangan sendirian, sedangkan anak menantunya makan
di meja makan. Karena sering memecahkan piring, keduanya
juga memberikan piring kayu & gelas bambu untuk si kakek. Viva
juga dilarang apabila dia merengek ingin makan bersama kakeknya.
Air mata lelaki tua meleleh mengenang nasibnya diperlakukan
demikian.
Ketika itu dia teringat kampung halaman yang ditinggalkan.
Dia terkenang arwah isterinya.
Lalu perlahan-lahan dia berbisik: "buruk benar perlakuan anak
kita."
Sejak itu, lelaki tua merasa tidak betah tinggal di situ.
Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak
sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat
keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu
omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi.
Suatu malam, Viva terperanjat melihat kakeknya makan
menggunakan piring kayu, begitu juga gelas minuman yang dibuat dari bambu.
Dia mencoba mengingat-ingat, di manakah dia pernah melihat piring seperti
itu. "Oh! Ya..." bisiknya.
Viva teringat, semasa berkunjung ke rumah sahabat papanya dia melihat
tuan rumah itu memberi makan kucing-kucing mereka menggunakan piring yang
sama!
"Tak akan ada lagi yang pecah, kalau tidak begitu, nanti habis piring
dan mangkuk ibu," kata Rina apabila anaknya bertanya.
Seminggu kemudian, sewaktu pulang bekerja, Arwan dan Rina
terperanjat melihat anak mereka sedang bermain dengan kepingan-kepingan kayu.
Viva seperti sedang membuat sesuatu. Dengan lembut ditanyalah anak itu.
"Kamu sedang membuat apa?".
Anaknya menjawab, "Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan
ibu untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu,
dekat tempat kakek biasa makan." Anak itu tersenyum dan melanjutkan
pekerjaannya.
Begitu mendengar jawaban anaknya, Arwan terkejut. Jawaban itu
membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul.
Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Perasaan Rina terusik.
Kelopak mata kedua-duanya basah.
Jawaban Viva menusuk seluruh jantung, terasa seperti
diiiris pisau. Mereka tersentak, Walau tak ada kata-kata yang
terucap, kedua orangtua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki,
selama ini mereka telah berbuat salah !
Malam itu Arwan menuntun tangan ayahnya ke meja makan. Rina
menyendokkan nasi dan menuangkan minuman ke dalam gelas. Nasi
yang tumpah tidak dihiraukan lagi.
Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh,
makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa
makan bersama lagi di meja utama.
MORAL OF THE STORY -
Teman, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan
selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan
pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan.
Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan
orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh
mereka saat dewasa kelak.
Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap "bangunan jiwa"
yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak.
Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita,
untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk mereka lah kita
akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah
sama halnya dengan tabungan masa depan.
============ ========= ========= ========= ========= ========
Jika anak hidup dalam kritik, ia belajar mengutuk
Jika anak hidup dalam kekerasan, ia belajar berkelahi
Jika anak hidup dalam pembodohan, ia belajar jadi pemalu
Jika anak hidup dalam rasa dipermalukan, ia belajar terus merasa bersalah
Jika anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar
Jika anak hidup dalam dorongan, ia belajar menjadi percaya diri
Jika anak hidup dalam penghargaan, ia belajar mengapresiasi
Jika anak hidup dalam rasa adil, ia belajar keadilan
Jika anak hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin
Jika anak hidup dalam persetujuan, ia belajar menghargai diri sendiriJika anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia.
Tentu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini dan tentu kita selalu berharap generasi yang akan datang harus lebih baik dari kita.
Dari milis Money Magnet