Minggu, 06 September 2009
Pada hari pernikahanku, aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti
didepan flat kami yang cuma berkamar satu. Sahabat-sahabatku menyuruhku
untuk membopongnya begitu keluar dari mobil.Jadi kubopong ia memasuki
rumah kami. Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yang
sangat bahagia.Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu.
Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air
bening.
Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk
menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih
diantara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami
berangkat kerja bersama-sama dan sampai dirumah juga pada waktu yang
bersamaan.
Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yang tidak
kusangka-sangka. Dewi hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari yang
cerah.Aku berdiri di balkon dengan Dewi yang sedang merangkulku. Hatiku
Sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. Ini adalah apartment yang
kubelikan untuknya.
Dewi berkata , "Kamu adalah jenis pria terbaik yang menarik para gadis."
Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru
menikah,istriku pernah berkata, "Pria sepertimu,begitu sukses,akan menjadi
sangat menarik bagi para gadis."
Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu kalo aku telah
menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku
melepaskan tangan Dewi dan berkata, "Kamu harus pergi membeli beberapa perabot,
O.K.?.Aku ada sedikit urusan dikantor"
Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya.
Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin jelas dipikiranku
walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun, aku merasa sangat sulit
untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun ku jelaskan,
ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya,ia adalah seorang istri yang baik.
Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai didepan TV.
Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-sama.Atau aku
akan menghidupkan komputer,membayangk an tubuh Dewi.Ini adalah hiburan
bagiku.
Suatu hari aku berbicara dalam guyon, "Seandainya kita bercerai, apa yang
akan kau lakukan? "
Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia
percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yang sangat jauh darinya.
Ketika istriku mengunjungi kantorku,Dewi baru saja keluar dari ruanganku.
Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan
berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengan ia. Ia
kelihatan sedikit kecurigaan. Ia berusaha tersenyum pada bawahan-bawahanku. . Tapi
aku membaca ada kelukaan di matanya.
Sekali lagi, Dewi berkata padaku," He Nang, ceraikan ia, O.K.? Lalu kita
akan hidup bersama." Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu
lagi.
Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, ku pegang tangannya,"
sesuatu yang harus kukatakan"
Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka
dimatanya.. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata apa.
"Aku ingin bercerai", ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang.
Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia
melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku,"Kamu bukan laki-laki!".
Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang menangis.
Dengan perasaan yang amat bersalah, Aku menuliskan
istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku.
Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian. Aku
merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang
menjadi seorang yang asing dalam hidupku.. Akhirnya ia menangis dengan
keras didepanku, dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku,
tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku.
Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis.
Aku tertidur kembali. Ia menuliskan syarat-syarat dari perceraiannya. Ia
tidak menginginkan apapun dariku,tapi aku harus memberikan waktu sebulan
sebelum menceraikannya, dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup
bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana: Anak kami akan segera
menyelesaikkan pendidikannya dan liburannya sebulan lagi dan ia tidak
ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami.Ia menyerahkan persyaratan
tersebut dan bertanya," He Nang, apakah kamu masih ingat bagaimana aku
memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita?"
Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa kenangan indah
kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan. "Kamu membopongku dilenganmu",
katanya, "Jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongku pada
waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan Ini, setiap pagi kamu
harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu.
Aku memberitahukan Dewi soal syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia
tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. "Bagaimanapun trik yang
ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini," ia mencemooh.
Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan
perceraian itu. Jadi ketika aku membopongnya dihari pertama, kami
kelihatan salah tingkah. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku
berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku.Ia memejamkan mata dan berkata dengan
lembut," Mari kita mulai hari ini,jangan memberitahukan pada anak kita."
Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang.Aku melepaskan ia di pintu.
Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku,kami
begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium wangi dibajunya. Aku menyadari
bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku
melihat bahwa ia tidak muda lagi, beberapa kerut tampak di wajahnya.
Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, "Kebun diluar sedang dibongkar,
hati-hati kalau kamu lewat
Hari keempat,ketika aku membangunkannya, aku merasa kalau kami masih mesra
seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku dilenganku.
Bayangan Dewi menjadi samar.
Pada hari kelima dan enam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal,
seperti, dimana ia telah menyimpan baju-bajuku yang telah ia setrika, aku harus
hati-hati saat memasak,dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa
semakin erat. Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk
membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa
menemukan yang cocok. Lalu ia melihat,"Semua pakaianku kebesaran". Aku
tersenyum.Tapi tiba-tiba aku menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya aku bisa
membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia
mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi , aku merasakan
perasaan sakit Tanpa sadar ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut.
"Pa,sudah waktunya membopong mama keluar"
Baginya,melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian
yang penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan
merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah
pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia dilenganku,berjalan dari kamar
tidur, melewati ruang duduk ke teras.
Tangannya memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya
dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak
pucat dan kurus, membuatku sedih.
Pada hari terakhir,ketika aku membopongnya dilenganku, aku melangkah
dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, "Sesungguhnya aku
berharap kamu akan membopongku sampai kita tua". Aku memeluknya dengan
kuat dan berkata "Antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita
begitu mesra".
Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut
keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Dewi
membuka pintu. Aku berkata padanya," Maaf Dewi, Aku tidak ingin bercerai.
Aku serius". Ia melihat kepadaku, kaget.
"Maaf, Dewi, Aku cuma bisa bilang maaf padamu,Aku tidak ingin bercerai.
Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa
merasakan nilai-nilai dari kehidupan,bukan disebabkan kami tidak saling
mencintai lagi.Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke
rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi
aku minta maaf padamu"
Dewi tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan
menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak.
Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati
sebuah toko bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku.
Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis dalam kartu ucapan?
Aku tersenyum, dan menulis " Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita
tua..."
Dari milis Money magney