Selasa, 29 Juli 2008
Dalam buku The Secret karya Rhonda Byrne, ilmu dan praktek pasti bermuara pada dua hal. Yakni, pikiran dan materi. Bahkan, semua karya manusia, baik yang menimbulkan kesejahteraan atau penderitaan, juga berawal dari kedua hal itu. Begitu pentingnya pengaruh pikiran dan materi terhadap kehidupan manusia sehingga perlu ada suatu kejelasan mengenai pengaruhnya agar kebahagiaan tercapai.
Dalam buku itu, hukum alam (law of attraction) dianggap satu-satunya jalan mewujudkan keinginan. Asal memiliki keinginan positif yang kuat dan sanggup memvisualisasikanny a, maka semua keinginan akan terwujud. Dengan kata lain, pikiran telah menarik materi seperti magnet menarik benda-benda di sekelilingnya.
Jika ingin rumah yang besar, bayangkanlah, seolah-olah Anda telah tinggal di rumah besar. Jika ingin mobil bagus, bayangkan dan rasakan semua sensasinya seperti telah mengendarai mobil mewah itu. Bahkan, dengan teori ini, Anda boleh memiliki keinginan menjadi kaya seperti Bill Gates. Cukup berkeinginan, visualisasi, dan percaya, maka Anda bisa menjadi Bill Gates.
Sayangnya, realitas kehidupan tidak demikian. Bukti di alam juga tak seperti itu. Jika benar, minimal 50% orang yang duduk di warung kopi adalah Bill Gates. Lagi pula, hati nurani manusia mengenal intisari hukum alam, yakni tak bekerja menurut mimpi. Apalagi menurut visualisasi.
Sejak zaman dulu sampai sekarang dan di masa depan, satu prinsip hukum alam yang pasti bahwa semua fenomena alam ditentukan hukum sebab dan akibat. Mobil berjalan karena ada mesin dan energi yang menggerakkan mesin itu. Pohon menjadi besar karena sumber makanan yang diperoleh berkualitas dan energi lingkungan yang pas.
Begitu pula materi. Kita hanya mungkin memperolehnya kalau ada energi. Betul, seperti ucapan Buddha Gautama, segalanya berawal dari pikiran. Namun, mengutip sedikit perkataan Buddha sungguh berbahaya jika tak menguasai keseluruhan konsepnya.
Mereka lupa, ada dua aspek penting dalam proses penciptaan. Yakni, kemurnian pikiran dan energi untuk mencipta. Kemurnian pikiran dapat diperoleh jika pikiran selaras vibrasinya dengan alam. Dengan kata lain, makin tinggi kemurnian pikiran, makin mirip pikiran itu dengan hukum alam.
Kemurnian pikiran dapat diperoleh lewat berbagai cara. Pertama melalui moral yang baik, pikiran pun menjadi murni. Bersedekah atau beramal, pikiran menjadi makin bersih. Tak berniat merugikan orang lain, maka pikiran menjadi makin bersih. Tak pernah berniat berzinah, maka pikiran jadi kian bersih. Melakukan bakti sosial, maka pikiran jadi kian resik dan tenang. Tak membenci siapa pun dan apa pun, pikiran jadi stabil. Jika semua niat dan aktivitas ini diakumulasikan, maka pikiran jadi termurnikan.
Kedua, penciptaan adalah energi. Jika tak ada energi, pikiran akan padam dengan sendirinya. Ini seperti sebatang kayu kering dengan api. Jika api adalah pikiran, kayu adalah sumber energinya. Jika kayu tak ditambah, api pun padam.
Energi ini dapat diperoleh dengan tiga cara. Yakni, dari makanan, alam, atau lingkungan tempat manusia berpijak. Energi ini disebut dengan chi atau nafas kehidupan yang dapat diurai dalam lima manifestasi atau sering disebut lima elemen. Sebagai contoh, jika kita memakan cabe atau menerima energi api dalam lingkungan kita. Jika banyak minum air, maka tubuh juga akan kelebihan air, dan seterusnya.
Ketiga, kemurnian pikiran. Pikiran yang selaras dengan kemurnian alam semesta adalah pikiran yang penuh energi. Pikiran yang memiliki energi berlimpah akan mengubah diri dalam wujud materi atau apa pun bentuknya sesuai dorongan keinginan.
Yang perlu dipahami, di sini tidak ada attraction atau menarik milik siapa pun. Semua karena diri sendiri. Jika ada satu niat mengambil yang bukan milik kita, maka pikiran menjadi berkurang energinya. Proses penciptaan akan terhenti atau melambat.
Kemudian, proses pikiran menjadi materi dipengaruhi emosi, baik emosi positif maupun negatif. Dua emosi ini berfungsi mengarahkan atau memprioritaskan proses penciptaan.
Semakin besar emosi positif yang muncul atau dirasakan, semakin cepat proses itu terjadi. Tapi, emosi juga merupakan musuh kebahagiaan. Semakin positif emosi, efek ketagihan akan semakin besar. Sedangkan emosi negatif menimbulkan marah. Benci mendorong orang terjebak melebih-lebihkan suatu peristiwa.
Misalnya, seorang yang lagi jatuh cinta. Suatu hari ia tak sengaja menubruk orang yang dia taksir.Kedua belah pihak mengalami benjol di kepala. Yang satu, karena cinta, maka benjol itu tak terasa sakit. Bahkan, mungkin nikmat. “Ini tanda yang bagus buat cinta saya, ini tentu tanda positif. Bakal jadian, nih,” bisiknya dalam hati. Senyum bahagia pun tersungging lebar di bibirnya.
Tapi, sebaliknya, jika yang satunya lagi tak cinta atau membenci, benjol itu akan terasa sangat sakit. Benjolan sama, tapi reaksinya bisa berbeda karena emosi meningkatkan atau menurunkannya.
Karena itu, emosi perlu dipertahankan dalam kondisi seimbang yaitu kita terikat dengan sensasi positif, sekaligus tak ingin menghindar dari emosi negatif.
Kestabilan emosi akan menentukan kualitas kebahagiaan. Makin seimbang, makin bahagia. Sedikit seimbang, sedikit bahagia. Dengan emosi seimbang, proses penciptaan berjalan obyektif sesuai dengan kodratnya. Proses lambat dan cepat tak menimbulkan ketidakbahagiaan. Bahkan pada saat semua tercapai, juga tak memancing ketidakbahagiaan baru yang biasanya muncul akibat mulai memasang keinginan baru.
Yang perlu kita sadari, semua proses penciptaan ini berhubungan dengan kebijaksanaan yang diperoleh. Bukan dari wacana intelektual. Orang dapat berdebat tentang teh manis. Bahkan mungkin bisa menulis puluhan disertasi mengenai hal itu. Akan tetapi satu pengalaman mencicipi teh manis akan mendapat kebijaksanaan seribu kali lebih kuat ketimbang membaca Journal of Teh Manis.
Pun dalam hal penciptaan, materi dan pikiran bukan dibijaki dengan intelektualitas, tapi melalui pengalaman indera. Pikiran harus masuk dalam pengalaman indera dan selanjutnya baru melahirkan kebijaksanaan. Dari situ, kebijaksanaan baru akan lahir sesuai keinginan kita.
Untuk melompat parit kecil, tak perlu ancang-ancang. Tapi jika melalui parit yang lebar, kita perlu mundur beberapa langkah. Makin lebar parit, kita makin mundur. Dalam hidup, prinsip ini berlaku universal. Jika ingin maju besar, harus mundur besar. Jika tak dapat memikul kewajiban besar, tak mungkin mungkin memiliki bisnis besar. Itu sudah hukum alam.
Satu kemunduran yang perlu dilakukan adalah meditasi. Lewat meditasi, tiga keuntungan diperoleh yakni pengalaman indera, kemurnian pikiran, dan energi yang berlimpah.
Jika ditambah dengan fengshui lingkungan yang tepat (meditasi di sektor timur laut), maka level energi akan semakin tinggi. Meditasi vipassana adalah jalan yang tepat untuk memurnikan pikiran dan meningkatkan energi.
sumber: kontan edisi mingguan
penulis: Akino W. Azzaro
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)