Selasa, 29 Juli 2008

Iman seorang Musafir



Pada suatu hari ada seorang Musafir sedang melintasi gurun pasir Gobi
(gurun pasir Mongolia ). Musafir tersebut terlihat kehilangan arah, payah
berjalan, dan sudah kehabisan air. Gurun Gobi adalah tempat dimana anda
bisa melihat kompas bisa berputar-putar sendiri dan tidak bisa menunjukkan
arah. Dengan keluhan dalam hati sang Musafir berkata, “Saya bisa mati di
gurun ini, tolonglah saya Tuhan.” Dengan ketekatan Musafir tersebut
berjalan terus. Pada saat haus dan keletihan yang tak terhingga, dia
melihat suatu telaga yang cukup untuk diminum. Musafir tersebut lari namun
ternyata hanya fatamorgana. Semangat hidupnya kembali pudar dan kembali dia
berkata, “Saya bisa mati di gurun ini, tolonglah saya Tuhan.” Dengan
kekuatan yang tertinggal dan semangat yang telah dikumpulkan kembali
setelah termanggu-manggu beberapa saat, berjalanlah kembali Musafir
tersebut dengan iman yang baru. Pada waktu berjalan kira-kira satu jam,
Musafir melihat semacam pondok kecil dengan pompa air tangan. Musafir
bergegas memompa pompa itu dan memompa dan memompa namun tidak air yang
keluar selain bunyi derit besi tua pompa yang kering. Dengan nafas yang
tersenggal-senggal, mata Musafir akhirnya bertatapan dengan sebotol air
dengan label yang tertulis “tuangkan air ini ke pompa tersebut.” Dalam hati
Musafir yang sudah sangat kehausan tersebut berkata, “enak aja suruh buang
percuma, mending saya minum aja!,” namun ada suara hati lain yang
mengatakan “turuti apa yang tertulis di label itu.” Terjadilah perang batin
antara mau diminum atau dituang ke pompa. Setelah doa sebentar, pikiran
Musafir bulat untuk menuang air dalam botol itu ke pompa. Setelah sesaat
dituang, kembali Musafir memompa yang awalnya masih berderit namun tidak
lama keluarlah air dari pompa tersebut. Musafir tersebut sangat gembira,
bisa meminum sepuasnya, bisa mencuci kakinya, bisa mencuci tangan, bahkan
membasahi seluruh badannya. Setelah segar ia beranjak meneruskan
perjalanan, tapi matanya tertuju pada botol yang airnya telah dituang ke
pompa. Ia berkata, “aku akan mengisi kembali botol ini dengan air dan bisa
untuk digunakan Musafir yang lain. Bukan air dalam botol ini yang
menyelamatkan saya namun iman untuk memberi yang telah menyelamatkan saya.”

Saudaraku refleksikan dan terapkan dalam kehidupan anda. Sekering apapun
keuangan bisnis, keuangan keluarga atau keuangan apapun, coba beri dahulu,
anda pasti akan diberi kembalinya berlimpah-limpah. Apabila anda membaca
artikel ini bisa mengatakan ‘baik’ namun lebih dashyat lagi kalau anda mau
melakukan. Dalam doa mintalah hikmat untuk bisa menabur ditempat yang benar
di mata Tuhan, lakukan dan tunggu berkat yang melimpah. Selamat
mempraktekkan iman anda. Musafir yang terdahulu akan menanti cerita anda
bagaimana saat anda menemukan botol yang berisi air tersebut.

Dari milis Money Magnet

Dalam buku The Secret karya Rhonda Byrne, ilmu dan praktek pasti bermuara pada dua hal. Yakni, pikiran dan materi. Bahkan, semua karya manusia, baik yang menimbulkan kesejahteraan atau penderitaan, juga berawal dari kedua hal itu. Begitu pentingnya pengaruh pikiran dan materi terhadap kehidupan manusia sehingga perlu ada suatu kejelasan mengenai pengaruhnya agar kebahagiaan tercapai.

Dalam buku itu, hukum alam (law of attraction) dianggap satu-satunya jalan mewujudkan keinginan. Asal memiliki keinginan positif yang kuat dan sanggup memvisualisasikanny a, maka semua keinginan akan terwujud. Dengan kata lain, pikiran telah menarik materi seperti magnet menarik benda-benda di sekelilingnya.

Jika ingin rumah yang besar, bayangkanlah, seolah-olah Anda telah tinggal di rumah besar. Jika ingin mobil bagus, bayangkan dan rasakan semua sensasinya seperti telah mengendarai mobil mewah itu. Bahkan, dengan teori ini, Anda boleh memiliki keinginan menjadi kaya seperti Bill Gates. Cukup berkeinginan, visualisasi, dan percaya, maka Anda bisa menjadi Bill Gates.

Sayangnya, realitas kehidupan tidak demikian. Bukti di alam juga tak seperti itu. Jika benar, minimal 50% orang yang duduk di warung kopi adalah Bill Gates. Lagi pula, hati nurani manusia mengenal intisari hukum alam, yakni tak bekerja menurut mimpi. Apalagi menurut visualisasi.
Sejak zaman dulu sampai sekarang dan di masa depan, satu prinsip hukum alam yang pasti bahwa semua fenomena alam ditentukan hukum sebab dan akibat. Mobil berjalan karena ada mesin dan energi yang menggerakkan mesin itu. Pohon menjadi besar karena sumber makanan yang diperoleh berkualitas dan energi lingkungan yang pas.

Begitu pula materi. Kita hanya mungkin memperolehnya kalau ada energi. Betul, seperti ucapan Buddha Gautama, segalanya berawal dari pikiran. Namun, mengutip sedikit perkataan Buddha sungguh berbahaya jika tak menguasai keseluruhan konsepnya.

Mereka lupa, ada dua aspek penting dalam proses penciptaan. Yakni, kemurnian pikiran dan energi untuk mencipta. Kemurnian pikiran dapat diperoleh jika pikiran selaras vibrasinya dengan alam. Dengan kata lain, makin tinggi kemurnian pikiran, makin mirip pikiran itu dengan hukum alam.
Kemurnian pikiran dapat diperoleh lewat berbagai cara. Pertama melalui moral yang baik, pikiran pun menjadi murni. Bersedekah atau beramal, pikiran menjadi makin bersih. Tak berniat merugikan orang lain, maka pikiran menjadi makin bersih. Tak pernah berniat berzinah, maka pikiran jadi kian bersih. Melakukan bakti sosial, maka pikiran jadi kian resik dan tenang. Tak membenci siapa pun dan apa pun, pikiran jadi stabil. Jika semua niat dan aktivitas ini diakumulasikan, maka pikiran jadi termurnikan.

Kedua, penciptaan adalah energi. Jika tak ada energi, pikiran akan padam dengan sendirinya. Ini seperti sebatang kayu kering dengan api. Jika api adalah pikiran, kayu adalah sumber energinya. Jika kayu tak ditambah, api pun padam.
Energi ini dapat diperoleh dengan tiga cara. Yakni, dari makanan, alam, atau lingkungan tempat manusia berpijak. Energi ini disebut dengan chi atau nafas kehidupan yang dapat diurai dalam lima manifestasi atau sering disebut lima elemen. Sebagai contoh, jika kita memakan cabe atau menerima energi api dalam lingkungan kita. Jika banyak minum air, maka tubuh juga akan kelebihan air, dan seterusnya.
Ketiga, kemurnian pikiran. Pikiran yang selaras dengan kemurnian alam semesta adalah pikiran yang penuh energi. Pikiran yang memiliki energi berlimpah akan mengubah diri dalam wujud materi atau apa pun bentuknya sesuai dorongan keinginan.
Yang perlu dipahami, di sini tidak ada attraction atau menarik milik siapa pun. Semua karena diri sendiri. Jika ada satu niat mengambil yang bukan milik kita, maka pikiran menjadi berkurang energinya. Proses penciptaan akan terhenti atau melambat.

Kemudian, proses pikiran menjadi materi dipengaruhi emosi, baik emosi positif maupun negatif. Dua emosi ini berfungsi mengarahkan atau memprioritaskan proses penciptaan.
Semakin besar emosi positif yang muncul atau dirasakan, semakin cepat proses itu terjadi. Tapi, emosi juga merupakan musuh kebahagiaan. Semakin positif emosi, efek ketagihan akan semakin besar. Sedangkan emosi negatif menimbulkan marah. Benci mendorong orang terjebak melebih-lebihkan suatu peristiwa.

Misalnya, seorang yang lagi jatuh cinta. Suatu hari ia tak sengaja menubruk orang yang dia taksir.Kedua belah pihak mengalami benjol di kepala. Yang satu, karena cinta, maka benjol itu tak terasa sakit. Bahkan, mungkin nikmat. “Ini tanda yang bagus buat cinta saya, ini tentu tanda positif. Bakal jadian, nih,” bisiknya dalam hati. Senyum bahagia pun tersungging lebar di bibirnya.
Tapi, sebaliknya, jika yang satunya lagi tak cinta atau membenci, benjol itu akan terasa sangat sakit. Benjolan sama, tapi reaksinya bisa berbeda karena emosi meningkatkan atau menurunkannya.

Karena itu, emosi perlu dipertahankan dalam kondisi seimbang yaitu kita terikat dengan sensasi positif, sekaligus tak ingin menghindar dari emosi negatif.
Kestabilan emosi akan menentukan kualitas kebahagiaan. Makin seimbang, makin bahagia. Sedikit seimbang, sedikit bahagia. Dengan emosi seimbang, proses penciptaan berjalan obyektif sesuai dengan kodratnya. Proses lambat dan cepat tak menimbulkan ketidakbahagiaan. Bahkan pada saat semua tercapai, juga tak memancing ketidakbahagiaan baru yang biasanya muncul akibat mulai memasang keinginan baru.
Yang perlu kita sadari, semua proses penciptaan ini berhubungan dengan kebijaksanaan yang diperoleh. Bukan dari wacana intelektual. Orang dapat berdebat tentang teh manis. Bahkan mungkin bisa menulis puluhan disertasi mengenai hal itu. Akan tetapi satu pengalaman mencicipi teh manis akan mendapat kebijaksanaan seribu kali lebih kuat ketimbang membaca Journal of Teh Manis.

Pun dalam hal penciptaan, materi dan pikiran bukan dibijaki dengan intelektualitas, tapi melalui pengalaman indera. Pikiran harus masuk dalam pengalaman indera dan selanjutnya baru melahirkan kebijaksanaan. Dari situ, kebijaksanaan baru akan lahir sesuai keinginan kita.
Untuk melompat parit kecil, tak perlu ancang-ancang. Tapi jika melalui parit yang lebar, kita perlu mundur beberapa langkah. Makin lebar parit, kita makin mundur. Dalam hidup, prinsip ini berlaku universal. Jika ingin maju besar, harus mundur besar. Jika tak dapat memikul kewajiban besar, tak mungkin mungkin memiliki bisnis besar. Itu sudah hukum alam.
Satu kemunduran yang perlu dilakukan adalah meditasi. Lewat meditasi, tiga keuntungan diperoleh yakni pengalaman indera, kemurnian pikiran, dan energi yang berlimpah.
Jika ditambah dengan fengshui lingkungan yang tepat (meditasi di sektor timur laut), maka level energi akan semakin tinggi. Meditasi vipassana adalah jalan yang tepat untuk memurnikan pikiran dan meningkatkan energi.

sumber: kontan edisi mingguan
penulis: Akino W. Azzaro

Senin, 28 Juli 2008

Did i marry the right person???

Buat mereka yang masih single bisa mengambil pelajaran dari cerita ini, dan buat yang udah nikah atau punya pasangan cerita ini bisa jadi guideline untuk meningkatkan ikatan pernikahan yang udah dijalani.


"Apakah saya menikah dengan orang yang tepat"


Dalam sebuah seminar rumah tangga, seseorang audience tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang sangat lumrah, "bagaimana saya tahu kalo saya menikah dengan orang yang tepat?"
Saya melihat ada seorang lelaki bertubuh besar duduk di sebelahnya, jadi saya menjawab "Ya.. tergantung. Apakah pria disebelah anda itu suami anda?"
Dengan sangat serius dia balik bertanya "Bagaimana anda tahu?!"


"Biarkan saya jawab pertanyaan yang sangat membebani ini."


Inilah jawabanya! SETIAP ikatan memiliki siklus.
Pada saat-saat awal sebuah hubungan, anda merasakan jatuh cinta dengan pasangan anda. Telpon darinya selalu ditunggu-tunggu, begitu merindukan belaian sayangnya, dan begitu menyukai perubahan sikap-sikapnya yang bersemangat, begitu menyenangkan.


Jatuh cinta kepada pasangan bukanlah hal yang sulit.
Jatuh cinta merupakan hal yang sangat alami dan pengalaman yang begitu spontan. Ngga perlu berbuat apapun.
Makanya dikatakan "jatuh" cinta!


Orang yang sedang kasmaran kadang mengatakan "aku mabuk cinta"
Bayangkan eksprisi tersebut!
Seakan-akan anda sedang berdiri tanpa melakukan apapun lalu tiba-tiba sesuatu datang dan terjadi begitu saja pada anda.


Jatuh cinta itu mudah.
Sesuatu yang pasif dan spontan.
Tapi?
Setelah beberapa tahun perkawinan, gempita cinta itu pun akan pudar..
Perubahan ini merupakan siklus alamiah dan terjadi pada SEMUA ikatan.


Perlahan tapi pasti.. telpon darinya menjadi hal yang merepotkan, belaiannya ngga selalu diharapkan dan sikap-sikapnya yang bersemangat bukannya jadi hal yang manis, tapi malah nambahin penat yang ada..


Gejala-gejala pada tahapan ini bervariasi pada masing-masing individu, namun bila anda memikirkan tentang rumah tangga anda,
anda akan mendapati perbedaaan yang dramatis antara tahap awal ikatan, pada saat anda jatuh cinta, dengan kepenatan-kepenatan bahkan kemarahan pada tahapan-tahapan selanjutnya.


Dan pada situasi inilah pertanyaan "Did I marry the right person?" mulai muncul, baik dari anda atau dari pasangan anda, atau dari keduanya..
Nah Lho!


Dan ketika anda maupun pasangan anda mencoba merefleksikan eforia cinta yang pernah terjadi.. anda mungkin mulai berhasrat menyelami eforia-eforia cinta itu dengan orang lain.
Dan ketika pernikahan itu akhirnya kandas?
Masing-masing sibuk menyalahkan pasangannya atas ketidakbahagiaan itu dan mencari pelampiasan diluar.
Berbagai macam cara, bentuk dan ukuran untuk pelampiasan ini.
Mengingkari kesetiaan merupakan hal yang paling jelas.


Sebagian orang memilih untuk menyibukan diri dengan pekerjaannya, hobinya, pertemanannya, nonton TVsampe TVnya bosen ditonton, ataupun hal-hal yang menyolok lainnya.


Tapi tau ngga?!
Bahwa jawaban atas dilema ini ngga ada diluar, justru jawaban ini hanya ada di dalam pernikahan itu sendiri.


Selingkuh?? Ya mungkin itu jawabannya.
Saya ngga mengatakan kalo anda ngga boleh ataupun ngga bisa selingkuh,
Anda bisa!


Bisa saja ataupun boleh saja anda selingkuh, dan pada saat itu anda akan merasa lebih baik.
Tapi itu bersifat temporer, dan setelah beberapa tahun anda akan mengalami kondisi yang sama (seperti sebelumnya pada perkawinan anda).
Perselingkuhan yang dilakukan sama dengan proses berpacaran yang pernah anda lakukan dengan pasangan anda, penuh gairah.
Tetapi, seandainya proses itu dilanjutkan, maka anda akan mendapati keadaan yang sama dengan pernikahan anda sekarang.
Itu adalah siklus...


Karena.. (pahamilah dengan seksama hal ini)
KUNCI SUKSES PERNIKAHAN BUKANLAH MENEMUKAN ORANG YANG TEPAT,


NAMUN KUNCINYA ADALAH BAGAIMANA BELAJAR
MENCINTAI ORANG YANG ANDA TEMUKAN DAN TERUS MENERUS..!


Cinta bukanlah hal yang PASIF ataupun pengalaman yang spontan
Cinta NGGA AKAN PERNAH begitu saja terjadi!
Kita ngga akan bisa MENEMUKAN cinta yang selamanya
Kita harus MENGUSAHAKANNYA dari hari ke hari.


Benar juga ungkapan "diperbudak cinta"
Karena cinta itu BUTUH waktu, usaha, dan energi.
Dan yang paling penting, cinta itu butuh sikap BIJAK
Kita harus tahu benar APA YANG HARUS DILAKUKAN agar rumah tangga berjalan dengan baik .


Jangan membuat kesalahan untuk hal yang satu ini.
Cinta bukanlah MISTERI


Ada beberapa hal spesifik yang bisa dilakukan (dengan ataupun tanpa pasangan anda) agar rumah tangga berjalan lancar.
Sama halnya dengan hukum alam pada ilmu fisika (seperti gaya Grafitasi), dalam suatu ikatan rumah tangga juga ada hukumnya.
Sama halnya dengan diet yang tepat dan olahraga yang benar dapat membuat tubuh kita lebih kuat, beberapa kebiasaan dalam hubungan rumah tangga juga DAPAT membuat rumah tangga itu lebih kuat.
Ini merupakan reaksi sebab akibat.


Jika kita tahu dan mau menerapkan hukum-hukum tersebut, tentulah kita bisa "MEMBUAT" cinta bukan "JATUH".


Karena cinta dalam pernikahan sesungguhnya merupakan sebuah DECISION,
dan bukan cuma PERASAAN..!


Cintailah pasangan anda, seperti anda ingin dicintai olehnya
Setialah pada pasangan anda, seperti anda ingin mendapatkan kesetiannya

Dari milis Alumni AK 87 Trisakti

Kamis, 24 Juli 2008

sebuah catatan dari D tentang perpisahan dia dengan Marcel.

Perpisahan, sebagaimana kematian, adalah hal yang paling dihindari manusia.

Padahal sama seperti pertemuan dan kelahiran, kedua sisi itu melengkapi

bagai dua muka dalam satu koin. Hadir sepaket tanpa bisa dipisah. Seberapa

lama jatah kita hidup, kita tidak pernah tahu. Yang jelas, kita selalu

berjuang setengah mati untuk bisa menerima mati.

Saya sempat termenung melihat salah satu adegan dalam film "Earth" di mana

seekor kijang berlari sekuat tenaganya hingga pada satu titik dia begitu

berpasrah saat digigit oleh harimau, menghadapi kematiannya dengan alami.

Adegan yang tadinya begitu mencekam akhirnya bisa berubah indah saat kita

mampu mengapresiasi kepasrahan sang kijang terhadap kekuatan yang lebih

besar darinya. Persis bagaikan kijang yang berlari, manusia dengan segala

macam cara juga menghindari kematian. Orang yang sudah tidak berfungsi pun

masih ditopang oleh segala macam mesin agar bisa hidup. Perpisahan tak

terkecuali. Kita pasti akan berjuang habis-habisan untuk bertahan terlebih

dahulu. Namun, sebagaimana kijang yang akhirnya berlutut pasrah,

sekeras-kerasnya kita menolak kematian dan perpisahan, setiap makhluk bisa

merasakan jika ajal siap menjemput, jika ucapan selamat tinggal siap

terlontar. Dan pada titik itu, segala perjuangan berhenti.

Dalam semua hubungan, kita bisa saja menemukan 1001 alasan yang kita

anggap sebab sebuah perpisahan. Namun saya percaya, penyebab yang paling

mendasar selalu sederhana dan alami: memang sudah waktunya. Hidup punya

masa kadaluarsa, hubungan pun sama. Jika tidak, semua orang tidak akan

pernah mati dan semua orang tidak pernah ganti pacar dari pacar pertamanya.

Kita bisa bilang, putusnya hubungan A karena dia selingkuh, karena bosan,

karena ketemu orang lain yang lebih menarik, belum jodoh, dan masih banyak

lagi. Padahal intinya satu, jika memang sudah waktunya, perpisahan akan

menjemput secara alamiah bagaikan ajal. Bungkus dan caranya bermacam-macam,

tapi kekuatan yang menggerakkannya satu dan serupa. Tentu dalam prosesnya

kita berontak, protes, menyalahkan ini-itu, dan seterusnya. Namun hanya

dengan terus berproses dalam aliran kehidupan, kita baru menyadari hikmah

di baliknya.

Jadi, semua faktor yang selama ini diabsahkan orang-orang sebagai penyebab

perpisahan (orang ketiga, KDRT, tidak dinafkahi, dan lain-lain) menurut

saya sebenarnya adalah gejala yang terlihat, bukan penyebab. Sama halnya

batuk sebagai gejala penyakit flu. Batuk bukan penyebab, tapi gejala

penyakit yang terlihat. Kita sendiri tidak bisa melihat virusnya, cuma

merasakan akibatnya, yakni batuk atau beringus. Tapi seringkali kita

tertukar memilah mana efek dan mana sebab, hanya karena efek yang terlihat

lebih mudah dijelaskan. Alasan sesederhana "memang sudah waktunya" dirasa

abstrak, teoritis, filosofis, dan mengada-ada.

September 2006 adalah momen penyadaran saya dengan Marcell, saat kami

merasa bahwa hubungan kami sudah kadaluarsa. Susah sekali kalau disuruh

menjelaskan: kok bisa tahu? Tapi kami sama-sama merasakan hal yang sama.

Dan pada saat itulah kami memutuskan untuk belajar berpisah, saling

melepaskan. Jadi, masalah intinya bukan memaafkan dan memaklumi efek apa

yang terlihat, tapi menerima bahwa inilah adanya. Hubungan yang kadaluarsa.

Perkembangan yang akhirnya membawa kami ke titik perpisahan. Dan, untuk

sampai pada penerimaan ini, dua tahun saya jalani dengan berbagai macam

cara: meditasi, penyembuhan diri, dan sebagainya, hingga kami bisa saling

melepaskan dengan lapang dada, dengan baik-baik, dengan pengertian, dengan

kesadaran.

Memaafkan bagi saya adalah menerima. Menerima kondisi kami apa adanya.

Segala penyebab mengapa sebuah kondisi tercipta, barangkali kita cuma bisa

tahu sekian persennya aja. Tidak mungkin diketahui semua. Apalagi

dimengerti. Sama halnya saya tidak tahu persis kenapa dulu bisa bertemu

dengan Marcell, menikah, dan seterusnya. Fate, atau destiny, menjadi cara

manusia menjelaskan apa yang tidak bisa dijelaskan. Perpisahan pun sama

hukumnya. Meski sepertinya keputusan berpisah ada "di tangan kita", tapi

ada sesuatu kekuatan yang tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan.

Namun seringkali konsep "memaafkan" yang kita kehendaki adalah kemampuan

untuk mengembalikan situasi ke saat sebelum ada masalah. Alias rujuk lagi

seperti dulu. Dan keinginan kami untuk berpisah dianggap sebagai

ketidakmampuan kami untuk saling memaafkan. Menurut saya, pemaafan yang

sejati hanya bisa diukur oleh masing-masing pribadi, di dalam hatinya

sendiri. Dan bagi kami, dalam masalah ini, "memaafkan" tidaklah identik

dengan "pengembalian situasi ke kondisi semula". Dalam proses pemaafan ini,

kami pun bertumbuh. Dan di sinilah saya menyadari, juga Marcell, dinamika

kami sebagai suami-istri lebih baik disudahi sampai di sini. Kami menemukan

wadah yang lebih kondusif untuk menopang dinamika kami sebagai dua manusia,

yakni sahabat tanpa wadah pernikahan.

Lantas, orang-orang pun berargumen: semua suami-istri juga pada ujungnya

jadi sahabat! Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Bahkan ada suami-istri yang

menjadi musuh bagi satu sama lain meski mereka tetap menikah. Ketika

sepasang suami-istri menjadi sahabat, mereka tentu bisa merasakan wadah apa

yang paling tepat untuk menopang dinamika mereka. Jika pernikahan masih

dirasakan sebagai wadah yang pas, maka mereka akan meneruskan persahabatan

dalam cangkang pernikahan. Evolusi saya dan Marcell ada di kompartemen yang

lain lagi. Cangkang pernikahan tidak lagi kami rasakan sebagai wadah yang

"pas". Jika dijalankan pun, cuma jadi kompensasi sosial yang alasannya

bukan lagi kebahagiaan kami, melainkan kebahagiaan masyarakat, keluarga,

sahabat, dan seterusnya. Satu opsi yang menurut saya sangat tidak sehat,

membunuh pelan-pelan, dan kepalsuan berkepanjangan.

Lantas, bagaimana dengan Keenan? Apakah kebahagiaannya juga tidak kami

perhitungkan? Analogi yang barangkali bisa membantu menggambarkan ini

adalah petunjuk emergensi di pesawat. Dulu, saya sering bingung, kenapa

orang tua disuruh memakai masker oksigen duluan sebelum anaknya. Sekarang

saya mengerti, dan setidaknya ini adalah kebenaran bagi saya: kita tidak

bisa membahagiakan orang lain sebelum kita sendiri bahagia. Satu buku yang

sangat terkenal, "Celestine's Prophecy", juga bicara soal ini. Kita harus

"penuh" dulu sebelum bisa "memenuhi" orang lain. Cinta bukanlah dependensi,

melainkan keutuhan yang dibagi.

Saya menikah bukan karena Keenan, dan kalaupun saya bertahan menikah,

seharusnya juga bukan karena Keenan. Karena kalau cuma karena Keenan,

dengan demikian saya menaruh beban yang luar biasa besar dan bukan porsinya

Keenan, bahkan saya menjadi seseorang yang tidak bertanggungjawab, dengan

meletakkan fondasi pernikahan saya pada seorang anak. Ini barangkali bukan

pandangan yang umum. Kita tahu betapa banyak orang di luar sana yang bicara

bahwa anak harusnya menjadi pengikat, bahkan dasar. Bagi saya, Keenan bukan

tali atau fondasi. Dia adalah busur yang akan melesat sendiri satu saat

nanti. Kewajiban utama saya adalah menjadi manusia yang utuh agar saya bisa

membagi keutuhan saya dengan dia. Dan keutuhan jiwa saya tidak saya

letakkan dalam pernikahan, tidak juga pada siapa-siapa, melainkan pada diri

saya sendiri. Saya hanya bisa bahagia untuk diri saya sendiri. Kalau ada

yang lain merasa kecipratan, ya, syukur. Kalau tidak pun bukan urusan saya.

Di dunia di mana seorang martir selalu memperoleh citra istimewa, apa yang

saya ungkap barangkali terdengar egois. Sama seperti narasi yang kerap

digaungkan infotainment, yang berbicara soal kebahagiaan anak bernama

Keenan dan "hatinya yang terkoyak karena keegoisan ayah-bundanya", seorang

anak yang tidak mereka kenal sama sekali tapi mereka berbicara seolah bisa

menembus ke dalam hatinya. Padahal, kalau direnungi dalam-dalam,

sesungguhnya kita tidak pernah berbuat sesuatu untuk orang lain, meski kita

berpikir demikian. Kita berbuat sesuatu karena itulah yang kita anggap

benar bagi diri kita sendiri. Dan kebenaran ini sangatlah relatif. Jika ada

6,5 miliar manusia di dunia, maka ada 6,5 miliar kebenaran dan ukuran

kebahagiaan. Norma berubah, agama berubah, sains berubah, segalanya berubah

dan tidak pernah sama. Kebahagiaan pun sesuatu yang hidup, berubah, dan

tidak statis.

Membahagiakan Keenan, keluarga, para penggemar, masyarakat, juga menjadi

keinginan saya. Tapi saya pun tidak bisa selamanya mencegah mereka semua

dari ketidakbahagiaan. Karena apa? Seseorang berbahagia karena dirinya

sendiri. Kebahagiaan bukan mekanisme eksternal, tapi internal. Ilustrasinya

begini, dua orang sama-sama dikasih apel, yang satu bahagia karena memang

suka apel, yang lain kecewa karena sukanya durian. Berarti bukan apelnya

yang bisa bikin bahagia, tapi reaksi hati seseoranglah yang menentukan.

Yang tidak suka apel baru bisa bahagia kalau akhirnya dia bisa menerima

bahwa yang diberikan kepadanya adalah apel dan bukan durian-sebagaimana

yang dia inginkan. Alias menerima kenyataan. Saya tidak bisa membuat siapa

pun berbahagia, sekalipun saya ingin berpikir demikian. Kenyatannya, hanya

dirinya sendirilah yang bisa. Saya hanya bisa menolong dan memberikan apa

yang orang tersebut butuhkan, SEJAUH yang saya bisa. Namun saya tidak

memegang kendali apa pun atas kebahagiaa nnya.

Seseorang lantas mampir ke blog ini dan bertanya: Tuhan seperti apa yang

saya anut? Karena kasih Tuhan seharusnya mengingatkan saya untuk terus

bersatu, sebab tidak ada Tuhan yang menyukai perpisahan. Bagi saya, Tuhan

berada di luar ranah suka dan tak suka. Jika dunia ini berjalan hanya

berdasarkan kesukaan Tuhan, dan Tuhan hanya suka yang baik-baik saja,

mengapa kita dibiarkan hidup dengan peperangan, dengan air mata, dengan

patah hati, dengan ketidakadilan, dengan kejahatan? Mengapa harus ada hitam

bersanding dengan putih? Lantas, kalau ada orang yang kemudian berargumen

bahwa bagian hitam bukan jatahnya Tuhan tapi Setan, maka jelas Tuhan yang

demikian bukan Yang Maha Kuasa. Ia menjadi terbatas, kerdil, dan sempit.

Bagi saya, Tuhan ada di atas hitam dan putih, sekaligus terjalin di dalam

keduanya. Tidak ada yang bukan Tuhan. Ia tak mengenal konsep "kecuali".

Selama beberapa hari terakhir, begitu banyak pesan dan komentar yang

dilayangkan pada kami. Dari mulai bertanya, kecewa, prihatin, sedih, kaget,

bahkan bak seorang Nabi bernubuat, ada yang meramalkan ini-itu sebagai

konsekuensi keputusan kami. Tak sedikit juga yang memilih tidak berkomentar

dan bertanya, hanya memberi dukungan. Kami berterima kasih untuk semua.

Kami pun tak meminta banyak, hanya satu hal: hargai keputusan kami. Yang

kami selamatkan di sini bukan "keutuhan keluarga" melainkan keutuhan hati

dan jiwa masing-masing. Karena buat kami, itu lebih penting daripada

keluarga utuh tapi dalamnya rapuh. Maaf jika itu membuat beberapa dari Anda

kecewa. Saya juga mengerti begitu banyak yang berupaya mendorong kami untuk

terus berusaha, mempertanyakan usaha kami, dan bereaksi seolah-olah kami

memutuskan keputusan ini dalam semalam. Sungguh, ini bukan keputusan

"kemarin sore". Kita semua tahu keputusan bercerai adalah keputusan yang

besar. Intinya, terima kasih atas perhatian nya, dan mari kita kembali

urus diri masing-masing.

Saya bukan penonton infotainment dan juga bukan pembaca tabloid, tapi dari

beberapa info yang kebetulan sampai ke pengamatan saya, bisa disimpulkan

bahwa manusia begitu haus drama. Mungkin karena itulah kita begitu rajin

membuat sinetron dengan akting-akting berlebihan dan cerita-cerita ekstrem,

karena hanya dengan cara demikianlah kita bisa menerima realitas. Kita

begitu terbiasa dengan drama dan tragedi. Kondisi di mana saya dan Marcell

bisa duduk berdampingan, berpisah dengan baik-baik, seolah-olah terlewatkan

sebagai buah upaya kami yang nyata karena semua orang sibuk mengedepankan

pertunjukan teater versinya masing-masing. Apa pun yang saya katakan, pada

akhirnya selalu dibingkai narasi, entah lisan atau tulisan, yang merupakan

ramuan opini si penulis naskah. Itulah yang akhirnya membuat saya dan

Marcell lebih banyak tertawa sendiri, pers hiburan rasanya seperti servis

sosial di mana kami mengumpankan dongeng untuk kepentingan hajat hidup

mereka, bukan lagi berbagi keben aran. Dengan info-info sepotong yang

mungkin lebih banyak asumsinya ketimbang faktanya, mereka bisa merangkai

pertunjukan teater apa pun yang mereka mau. Dan itulah yang menghibur.

Sisanya? Kenyataan yang membosankan. Nyata, tapi tidak seru. Dan bukan itu

yang orang mau.

Hari ini, saya ditunjukkan tabloid C&R yang terbaru. Kami berdua menjadi

sampul depan, dengan laporan empat halaman. Saya sempat tercengang karena

mereka mengutip hal yang tidak pernah saya lontarkan, menuliskan pertanyaan

yang tidak pernah mereka tanyakan, tapi ditulis sedemikian rupa seolah

terjadi dialog langsung antara saya dan penulis/wartawan. Bahkan, mereka

menuliskan alamat rumah saya dengan lengkap, tanpa izin terlebih dahulu.

Plus, ditambah unsur-unsur dramatis bahwa kepindahan saya adalah untuk

"mengubur masa lalu". Padahal saya berencana pindah sejak tahun lalu karena

semata-mata alasan pekerjaan. Tidak hanya mereka menulis sesuai dengan

bingkai yang mereka mau, bahkan untuk mengepas "gambar realitas" ke bingkai

tersebut, mereka melakukan hal yang tidak etis. Saya tidak tahu fungsi dari

alamat lengkap saya untuk bumbu berita mereka, tapi mereka menuliskannya

seolah tidak berpikir bahwa hal tersebut menyangkut isu sekuritas, dan juga

privasi. Media seharusnya tidak memberikan alamat seseorang begitu saja.

Sejauh saya berkarier, pihak media selalu meminta izin jika ingin

memberikan alamat. Entah zaman yang sudah berubah, atau privasi sudah jadi

kata-kata kosong dalam realm pers hiburan.

Beberapa debat dan diskusi di internet pun merebak, bahkan terkadang

menjadi pengadilan tak resmi. Ada banyak nama yang disebut, dispekulasikan,

dan sampai didiskreditkan. Orang-orang yang juga punya kehidupan, keluarga,

karier, dan privasi. Sekalipun dengan tegas saya dan Marcell mengatakan

bahwa alasan kami berpisah bukan karena pihak ketiga atau ketujuhbelas,

tapi seperti angin lalu, mereka tak jemu mengorek sana-sini, termasuk ke

sahabat-sahabat terdekat saya. So, seriously, they don't have any concern

for the truth. They have concern on "stories". Lucu. Yang menjalani saja

santai-santai, yang kebakaran jenggot malah orang-orang lain. Jika dilihat

secara keseluruhan, sesungguhnya inilah dagelan kita bersama. Barangkali

demikian juga halnya nasib semua berita hiburan (bahkan non-hiburan) yang

beredar selama ini.

Lalu, hendak ke mana setelah ini? Saya tidak tahu. Apakah akan ada

penyesalan? Saya tidak tahu. Apa pun yang menanti saya sesudah ini, itulah

konsekuensi, tanggung jawab, dan karma saya. Pahit atau manis. Tak seorang

pun yang tahu. Namun inilah pelajaran hidup yang menjadi jatah saya, dan

saya menerimanya dengan senang hati. Saya tidak berdagang dengan Tuhan.

Setiap detik dalam hidup adalah hadiah. Setiap momen adalah perkembangan

baru. Bagi saya, itu sudah cukup. Bagi saya, itulah bentuk kesadaran.

Jadi, kalau pertanyaan emas itu kembali dilontarkan: apa penyebab Dewi dan

Marcell bercerai? Mereka sadar, menerima, dan memaafkan. bahwa hidup telah

membawa mereka ke titik perpisahan.

Abstrak? Filosofis? Teoritis? Utopis? Saya sangat mengerti mengapa

label-label itu muncul. Kebenaran kadang memang sukar dipahami. Hanya bisa

dirasakan. Sama gagapnya kita berusaha mendefinisikan Cinta. Pada akhirnya,

kita cuma bisa merasakan akibatnya.


Salam,

~ D ~

kisah yang mengharukan. .worth to read

Ini cerita nyata, beliau adalah Bp. Eko Pratomo, Direktur
Fortis Asset Management yg sangat terkenal di kalangan
Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dlm
memajukan industri Reksadana di Indonesia.
Apa yg diutarakan beliau adalah Sangat Benar sekali.
Silahkan baca dan dihayati.

*MAMPUKAH KITA MENCINTAI TANPA SYARAT*
- - - sebuah perenungan buat para suami baca ya … istri
& calon istri juga boleh..


Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg
sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58
tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang
sakit istrinya juga sudah tua.. mereka menikah sudah lebih
32 tahun.

Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan
menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2
kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama
2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi
lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah tidak
bisa digerakkan lagi.

Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran,
menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur.
Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV
supaya istrinya tidak merasa kesepian.

Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat
istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha Pak Suyatno
tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia
pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. sorenya dia
pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas
maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil
menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa
menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia
selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun,
dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan
ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah
dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.

Pada suatu hari ke empat anak Suyatno berkumpul dirumah
orang tua mereka sambil menjenguk Ibunya. Karena setelah
anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2
dan Pak Suyatno memutuskan Ibu mereka dia yg merawat, yang
dia inginkan hanya satu … semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata
"Pak kami ingin sekali merawat Ibu semenjak kami kecil
melihat Bapak merawat Ibu tidak ada sedikitpun keluhan
keluar dari bibir Bapak. … bahkan Bapak tidak ijinkan
kami menjaga Ibu". dengan air mata berlinang anak itu
melanjutkan kata2nya "sudah yg keempat kalinya kami
mengijinkan Bapak menikah lagi, kami rasa Ibupun akan
mengijinkannya, kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan
berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat Bapak,
kami janji kami akan merawat Ibu sebaik-baik secara
bergantian ..."

Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2
mereka."Anak2ku … Jikalau perkawinan & hidup
didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin Bapak akan menikah
… tapi ketahuilah dengan adanya Ibu kalian disampingku
itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian
... sejenak kerongkongannya tersekat … kalian yg selalu
kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak
satupun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya
Ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini?

Kalian menginginkan Bapak bahagia, apakah batin Bapak bisa
bahagia meninggalkan Ibumu dengan keadaanya sekarang,
kalian menginginkan Bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan
dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan Ibumu yg masih
sakit."

Sejenak meledaklah tangis anak2 Pak Suyatno merekapun
melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata Ibu Suyatno …
dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya
itu.. Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah
satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan
merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu
bertahan selama 25 tahun merawat sendiri Istrinya yg sudah
tidak bisa apa2.. disaat itulah meledak tangis beliau
dengan tamu yg hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun
tidak sanggup menahan haru disitulah Pak Suyatno bercerita.

"Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta
dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi
waktu, tenaga, pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan. Saya
memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan
sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya
mencintai saya dengan hati dan batinnya bukan dengan mata,
dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2 ...
Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita
bersama … dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya
dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya.
Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia
sakit,,,"

Rabu, 23 Juli 2008

By. Priatno Harjono

Attracting Success while attaining your highest meaning of life by fulfilling
your spiritual visions and missions


Manusia dilahirkan dengan makna hidup yang didalamnya terkandung Visi dan Misi
Spiritual. Namun, dengan waktu, semua itu terlupakan. Sehingga, banyak manusia
merasa bingung dan penuh pertentangan batin didalam alur dunia modern yang serba
berteknologi. Karena kebingunan dan pertentangan batin itulah, alhasil, banyak
manusia secara tidak langsung menghalangi proses menuju kesuksesan dan
kebahagiaan dan mendapatkan dirinya dalam kegagalan dan depresi..

Law of Spiritual of Attractions (LoSA) adalah teknik dan mindsets untuk bisa
menarik kesuksesan dan kebahagiaan dengan menemukan makna hidup yang didalamnya
terkandung Visi dan Misi Spiritual tersebut. Visi dan Misi Spiritual inilah
adalah sebuah kekuatan Ilahi yang bisa merubah seseorang menjadi "unstoppable¨
(tidak bisa di halangi) dalam mengejar tujuan-nya.

Dengan Losa, anda bisa menarik kesuksesan dengan membangun makna kehidupan yang
paling dalam. Dengan mencari dan menemukan Visi dan Misi Spiritual Kita, kita
bisa menarik hasil-hasil yang benar-benar ingin kita dapatkan secara effortless
(tanpa susah payah).

Perbedaan dari Law of Spiritual of Attractions (LoSA) dan Law of Attraction
(LoA) bermuara dari penerimaan mengenai siapa yang menciptakan dan
mengendalikan hukum tersebut. LoSA mempunayi fondasi bahwa dalam menarik
sukses, seseorang perlu membangun Alam Besarnya (Alam pikiran, perasaan, hati,
dan iman) agar bisa menarik semua yang benar-benar diiginkan dengan ridho dan
bantuan Allah S.W.T.

Untuk mulai menjadi magnet dari kesuksesan, seseorang perlu mengikis
pertentangan batin dan membangun Blue Print (Cetak Biru) baru yang lebih
muktahir agar bisa membawanya kesuksesan dengan lebih cepat dan menghindari
pertentangan dengan alam fisik.

LoSA membangun magnet kesuksesan dengan membangun energi dari Visi dan Misi
spiritual dalam berjalan menuju destiny (suratan takdir) dalam memenuhi dan
menyelesaikan Visi dan Misi Spiritual tersebut. Dengan Alam Besar yang lebih
tertata dan tanpa pertentangan internal, anda bisa mulai menarik hal-hal yang
benar-benar anda inginkan di alam fisik ini dengan effortless (tanpa susah
payah)

LoSA bisa membangun karis, relasi, dan juga bisnis anda dengan
mengerti proses hukum tarik menarik tersebut bermuara dari bagian dalam diri
kita yang disebut Alam Besar. Bila Alam Besar kita sudah menjadi magnet untuk
kesuksesan dimana semua element pikiran alam bawah sadar sudah bersatu dengan
tujuan yang mulia, maka Alam Keci (Fisik) pun akan mengikutinya. Alam Besar
kita bila tidak disatukan dalam satu "arah" tujuan (magnetic pole) akan hanya
saling bertabrakan dan akhirnya melakukan sabotase kepada apa yang
ditujukan-nya. Dengan fokus membangun visi-misi Spiritual, prinsip-prinsip yang
terbukti, dan membangun perasaan-perasaan yang agung, LoSA akan mulai menarik
segala hal-hal yang positif dari arah yang tidak.



Seorang tua yang bijak ditanya oleh tamunya.

Tamu :"Sebenarnya apa itu perasaan 'bosan', pak tua?"

Pak Tua :
"Bosan adalah keadaan dimana pikiran menginginkan perubahan, mendambakan sesuatu yang baru, dan menginginkan berhentinya rutinitas hidup dan keadaan yang monoton dari waktu ke waktu."

Tamu :"Kenapa kita merasa bosan?"

Pak Tua :"Karena kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang kita miliki."

Tamu :"Bagaimana menghilangkan kebosanan?"

Pak Tua : "Hanya ada satu cara, nikmatilah kebosanan itu, maka kita pun akan terbebas darinya."

Tamu :"Bagaimana mungkin bisa menikmati kebosanan?"

Pak Tua:"Bertanyalah pada dirimu sendiri: mengapa kamu tidak pernah bosan makan nasi yang sama rasanya setiap hari?"

Tamu :"Karena kita makan nasi dengan lauk dan sayur yang berbeda, Pak Tua."

Pak Tua :"Benar sekali, anakku, tambahkan sesuatu yang baru dalam rutinitasmu maka kebosanan pun akan hilang."

Tamu: "Bagaimana menambahkan hal baru dalam rutinitas?"

Pak Tua :
"Ubahlah caramu melakukan rutinitas itu. Kalau biasanya menulis sambil duduk, cobalah menulis sambil jongkok atau berbaring. Kalau biasanya membaca di kursi, cobalah membaca sambil berjalan-jalan atau meloncat-loncat. Kalau biasanya menelpon dengan tangan kanan, cobalah dengan tangan kiri atau dengan kaki kalau bisa. Dan seterusnya."

Lalu Tamu itu pun pergi.

Beberapa hari kemudian Tamu itu mengunjungi Pak Tua lagi.

Tamu :"Pak tua, saya sudah melakukan apa yang Anda sarankan, kenapa saya masih merasa bosan juga?"

Pak Tua :"Coba lakukan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan. "

Tamu :"Contohnya? "

Pak Tua :"Mainkan permainan yang paling kamu senangi di waktu kecil dulu."

Lalu Tamu itu pun pergi.

Beberapa minggu kemudian, Tamu itu datang lagi ke rumah Pak Tua.



Tamu :

"Pak tua, saya melakukan apa yang Anda sarankan. Di setiap waktu senggang saya bermain
sepuas-puasnya semua permainan anak-anak yang saya senangi dulu. Dan keajaibanpun terjadi.
Sampai sekarang saya tidak pernah merasa bosan lagi, meskipun di saat saya melakukan hal-hal yang dulu pernah saya anggap membosankan. Kenapa bisa demikian, Pak Tua?"


Sambil tersenyum Pak Tua berkata:


"Karena segala sesuatu sebenarnya berasal dari pikiranmu sendiri, anakku. Kebosanan itu pun berasal dari pikiranmu yang berpikir tentang kebosanan. Saya menyuruhmu bermain seperti anak kecil agar pikiranmu menjadi ceria. Sekarang kamu tidak merasa bosan lagi karena pikiranmu tentang keceriaan berhasil mengalahkan pikiranmu tentang kebosanan. Segala sesuatu berasal dari pikiran. Berpikir bosan menyebabkan kau bosan. Berpikir ceria menjadikan kamu ceria."

Dari milis Money Magnet

Selasa, 22 Juli 2008


Pasar malam dibuka di sebuah kota . Penduduk menyambutnya dengan gembira. Berbagai macam permainan, stand makanan dan pertunjukan diadakan. Salah satu yang paling istimewa adalah atraksi manusia kuat.


Begitu banyak orang setiap malam menyaksikan unjuk kekuatan otot manusia kuat ini.

Manusia kuat ini mampu melengkungkan baja tebal hanya dengan tangan telanjang. Tinjunya dapat menghancurkan batu bata tebal hingga berkeping-keping.

Ia mengalahkan semua pria di kota itu dalam lomba panco. Namun setiap kali menutup pertunjukkannya ia hanya memeras sebuah jeruk dengan genggamannya. Ia memeras jeruk tersebut hingga ke tetes terakhir.


'Hingga tetes terakhir', pikirnya.

Manusia kuat lalu menantang para penonton: "Hadiah yang besar kami sediakan kepada barang siapa yang bisa memeras hingga keluar satu tetes saja air jeruk dari buah jeruk ini!"

Kemudian naiklah seorang lelaki, seorang yang atletis, ke atas panggung. Tangannya kekar. Ia memeras dan memeras... dan menekan sisa jeruk... tapi tak setetespun air jeruk keluar. Sepertinya seluruh isi jeruk itu sudah terperas habis. Ia gagal. Beberapa pria kuat lainnya turut mencoba, tapi tak ada yang berhasil. Manusia kuat itu tersenyum-senyum sambil berkata : "Aku berikan satu kesempatan terakhir, siapa yang mau mencoba?"

Seorang wanita kurus setengah baya mengacungkan tangan dan meminta agar ia boleh mencoba. "Tentu saja boleh nyonya. Mari naik ke panggung." Walau dibayangi kegelian di hatinya, manusia kuat itu membimbing wanita itu naik ke atas pentas. Beberapa orang tergelak-gelak mengolok-olok wanita itu. Pria kuat lainnya saja gagal meneteskan setetes air dari potongan jeruk itu apalagi ibu kurus tua ini. Itulah yang ada di pikiran penonton.

Wanita itu lalu mengambil jeruk dan menggenggamnya. Semakin banyak penonton yang menertawakannya. Lalu wanita itu mencoba memegang sisa jeruk itu dengan penuh konsentrasi. Ia memegang sebelah pinggirnya, mengarahkan ampas jeruk ke arah tengah, demikian terus ia ulangi dengan sisi jeruk yang lain. Ia terus menekan serta memijit jeruk itu, hingga akhirnya memeras... dan "ting!" setetes air jeruk muncul terperas dan jatuh di atas meja panggung.

Penonton terdiam terperangah. Lalu cemoohan segera berubah menjadi tepuk tangan riuh.


Manusia kuat lalu memeluk wanita kurus itu, katanya, "Nyonya, aku sudah melakukan pertunjukkan semacam ini ratusan kali. Dan, banyak orang pernah mencobanya agar bisa membawa pulang hadiah uang yang aku tawarkan, tapi mereka semua gagal. Hanya Anda satu-satunya yang berhasil memenangkan hadiah itu.


Boleh aku tahu, bagaimana Anda bisa melakukan hal itu?"

"Begini," jawab wanita itu, "Aku adalah seorang janda yang ditinggal mati suamiku. Aku harus bekerja keras untuk mencari nafkah bagi hidup kelima anakku.

Jika engkau memiliki tanggungan beban seperti itu, engkau akan mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau itu di padang gurun sekalipun. Engkau juga akan mengetahui jalan untuk menemukan tetesan itu. Jika hanya memeras setetes air jeruk dari ampas yang engkau buat, bukanlah hal yang sulit bagiku".

Selalu ada tetesan setelah tetesan terakhir. Aku telah ratusan kali mengalami jalan buntu untuk semua masalah serta kebutuhan yang keluargaku perlukan.


Namun hingga saat ini aku selalu menerima tetes berkat untuk hidup keluargaku. Aku percaya Tuhanku hidup dan aku percaya tetesan berkat-Nya tidak pernah kering, walau mata jasmaniku melihat semuanya telah kering. Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku. Saat aku mencari, aku menerimanya karena ada pribadi yang mengasihiku.

"Bila Anda memiliki alasan yang cukup kuat, Anda akan menemukan jalannya", demikian kata seorang bijak.

Seringkali kita tak kuat melakukan sesuatu karena tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menerima hal tersebut. (Bits & Pieces, The Economics Press)

Dari milis Money Magnet

Jumat, 18 Juli 2008

GORESAN MOBIL




Seorang pengusaha muda dan kaya baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap. Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise.

Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu.

Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan, tapi bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.


"Buk....!"
Aah..., ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan tangan yang menimpa Jaguar itu yang dilemparkan si anak itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu.

"Cittt...." ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan.
Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati.

Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Di tariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.

"Apa yang telah kau lakukan!? Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku! !"

Lihat goresan itu", teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.

"Kamu tentu paham, mobil baru jaguarku ini akan butuh banyak ongkos di bengkel untuk memperbaikinya, ujarnya lagi dengan kesal dan geram, tampak ingin memukul anak itu.
Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat, dan berusaha meminta maaf.

"Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa.

"Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun.

"Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...."

Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi.


"Itu disana ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku.

Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan.." Kini, ia mulai terisak. Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu.

"Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah, kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya."

Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam. Amarahnya mulai sedikit reda setelah dia melihat seorang lelaki yang tergeletak yang sedang mengerang kesakitan.

Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut, di angkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya.


Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya.
Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja.

"Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak."

Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.

Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Dtelusurinya pintu Jaguar barunya yang telah tergores itu oleh lemparan batu tersebut, sambil merenungkan kejadian yang baru saja dilewatinya.

Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele, tapi pengalaman tadi menghentakkan perasaannya. Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu.


Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini. Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat:

"Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu."

Temans

Sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar, dan dipacu untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan.

Apakah kita memacu hidup kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada masa buat kita untuk menyelaraskannya, untuk melihat sekitar?

Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita.

Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya.

Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas.


Teman, kadang memang, ada yang akan "melemparkan batu" buat kita agar kita mau dan bisa berhenti sejenak. Semuanya terserah pada kita.
Mendengar bisikan dan kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan batu itu buat kita.

Dari Milis Money Magnet

Kamis, 17 Juli 2008

Gaji Papa Berapa?



Seperti biasa Andrew, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta
terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak
seperti biasanya, Sarah, putri pertamanya yang baru duduk di kelas
tiga SD membukakan pintu untuknya.

Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.

"Kok, belum tidur ?" sapa Andrew sambil mencium anaknya.

Biasanya Sarah memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga
ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga,
Sarah menjawab, "Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa
sih gaji Papa ?"

"Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?"

"Ah, enggak. Pengen tahu aja" ucap Sarah singkat.

"Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar
10 jam dan dibayar Rp. 400.000,-.
Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja.

Sabtu dan Minggu libur, kadang Sabtu Papa masih lembur.
Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?"

Sarah berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar,
sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi.
Ketika Andrew beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Sarah
berlari mengikutinya.
"Kalo satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,-untuk 10 jam, berarti satu
jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong" katanya.

"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur" perintah Andrew.
Tetapi Sarah tidak beranjak.

Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian,Sarah kembali bertanya,
"Papa, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?"

"Sudah, nggak usah macam-macam lagi.
Buat apa minta uang malam-malam begini ? Papa capek.
Dan mau mandi dulu. Tidurlah".

"Tapi Papa..."

Kesabaran Andrew pun habis.
"Papa bilang tidur !" hardiknya mengejutkan Sarah.

Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Andrew nampak menyesali hardiknya. I
a pun menengok Sarah di kamar tidurnya.
Anak kesayangannya itu belum tidur.
Sarah didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp.
15.000,- di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu,
Andrew berkata, "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Sarah.
Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ?
Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. "

Jangankan Rp.5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" jawab Andrew

"Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam.
Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama
minggu ini".

"lya, iya, tapi buat apa ?" tanya Andrew lembut.

"Aku menunggu Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga.
Tiga puluh menit aja.
Mama sering bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau
ganti waktu Papa.
Aku buka tabunganku, hanya ada Rp.15.000,- tapi..
karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,-
maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-.
Tapi duit tabunganku kurang Rp.5.000,
makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Sarah polos.

Andrew pun terdiam. ia kehilangan kata-kata.
Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru.
Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini,
tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.

"Bagi dunia kau hanya seseorang, tapi bagi seseorang kau adalah dunianya"

...Nice story...money is important but certainly not everything.. .

Dari Milis Money Magnet

Permennya Lupa Dimakan



Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati
lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang
beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama. Uniknya, di
kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop yang
berwarni-warni dengan aneka rasa. Permen-permen yang terlihat seperti
berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk
mengambil dan menikmati kelezatan mereka.

Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil.
Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat
jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat
banyak didepannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia
simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen
tersebut tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis maka ia
memacu langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.

Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. Dia melihat
gerbang bertuliskan "Selamat Jalan". Itulah batas akhir lembah permen
lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar.
Lelaki itu bertanya kepada Bob, "Bagaimana perjalanan kamu di lembah
permen lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang
rasa jeruk? Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa
mangga? Itu juga sangat lezat." Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki
tadi. Ia merasa sangat lelah dan kehilangan tenaga. Ia telah berjalan
sangat cepat dan membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di
dalam tas karungnya. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan
ia pun menjawab pertanyaan lelaki itu, "Permennya saya lupa makan!"

Tak berapa lama kemudian, Bib sampai di ujung jalan lembah permen lolipop.
"Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi
kamu sudah sangat jauh di depan saya." "Kenapa kamu memanggil saya?" tanya
Bob. "Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama.
Rasanya lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, indah
sekali!" Bib bercerita panjang lebar kepada Bob. "Lalu tadi ada seorang
kakek tua yang sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya beri dia
beberapa permen yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak
menceritakan hal-hal yang lucu. Kami tertawa bersama." Bib menambahkan.

Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia
lewatkan dari lembah permen lolipop yang sangat indah. Ia terlalu sibuk
mengumpulkan permen-permen itu. Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan
tidak punya waktu untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk
memasukkan semua permen itu ke dalam tas karungnya.

Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop, Bob menyadari suatu hal
dan ia bergumam kepada dirinya sendiri, "Perjalanan ini bukan tentang
berapa banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana
saya menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia." Ia pun berkata dalam
hati, "Waktu tidak bisa diputar kembali." Perjalanan di lembah lolipop
sudah berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.

Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja.
Kita lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita
menjadi Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi
lupa untuk menikmatinya dan menjadi bahagia.

Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia? Jika saya
tanyakan pertanyaan tersebut kepada para klien saya, biasanya mereka
menjawab, "Saya akan bahagia nanti... nanti pada waktu saya sudah
menikah... nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri... nanti pada saat
suami saya lebih mencintai saya... nanti pada saat saya telah meraih semua
impian saya... nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar... "

Pemikiran 'nanti' itu membuat kita bekerja sangat keras di saat
'sekarang'. Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan
tentang masa 'nanti' bahagia. Terkadang jika saya renungkan hal tersebut,
ternyata kita telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk
masa 'nanti' bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi
rasanya tidak pernah sampai di masa 'nanti' bahagia itu. Ritme hidup yang
sangat cepat... target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya
kita sendirilah yang membuat semua target itu... tetap semuanya itu tidak
pernah terasa memuaskan dan membahagiakan.

Uniknya, pada saat kita memelankan ritme kehidupan kita; pada saat kita
duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita
mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama
keluarga, pada saat kita duduk bermeditasi atau pada saat membagikan beras
dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.

Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran
memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari
setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa indah
anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari
begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri. Kita
akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih
damai dan tenang. Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih
bahagia dan bersyukur seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah
permen lolipop.

Dari milis Money Magnet