Rabu, 27 Mei 2009
Kejengkelan memenuhi dada. Hambatan datang dari hati
sendiri. Dengan
mengutuk akan menderita kerugian. Dengan memberi restu
segala sesuatu
akan jadi lancar.
Saat mengemudikan mobil, kebanyakan orang Barat sangat taat
pada
peraturan, juga sangat sopan, karena itu bila mengetahui
ada seorang
pengemudi hendak berpindah jalur, acapkali pengemudi lain
otomatis akan
mengalah dan memberikan jalan. Oleh karenanya jika saat
sedang
mengemudikan mobil mereka menjumpai pengemudi yang
mengemudikan mobil
dengan kasar (tidak tahu adat), mereka merasa sangat tidak
nyaman,
bahkan bisa menjadi emosional.
Suatu hari ketika David sedang mengemudikan mobil ke
kantor, sepanjang
perjalanan menemui kemacetan, kecepatan mobil tidak bisa
tinggi, saat
itu tiba-tiba datang sebuah mobil secara kasar memotong
jalannya dan
memaksa masuk di depan mobilnya.
David yang saat itu sudah agak resah tak kuasa menahan
mulutnya telah
mencetuskan makian "sialan!". Dalam hatinya segera
mengutuk, "Kurang
ajar, semoga perjalananmu menjumpai kemacetan besar, biar
saja dan
rasain terlambat masuk kantor."
Ternyata sebagaimana harapan David, sepanjang perjalanan
mengalami
kemacetan besar, mobil yang berada tepat di depan mobil
David
benar-benar hanya bisa berjalan pelahan-lahan, kelihatannya
pengemudinya
harus terlambat sampai di kantor, David yang membuntut di
belakang mobil
itu tertawa dalam hati, dia sangat gembira bahwa
kutukannya itu menjadi
kenyataan.
Pada akhirnya, orang yang dikutuk David itu benar-benar
terlambat atau
tidak David tidak tahu pasti. Tetapi ketika David tiba di
kantor, dia
sendiri sudah terlambat hampir setengah jam lamanya.
Ketika David sedang mencetak kartu absennya, tiba-tiba dia
mendapatkan
bahwa dirinya sangat menggelikan, bagaimana dia sampai bisa
mengutuk
mobil yang berada tepat di depannya dan yang berada tepat
satu jalur
dengannya supaya menemui kemacetan? Bukankah ini sama saja
dengan
mengutuk diri sendiri?
David berpikir lagi, jika sampai kutukannya itu cukup
serius, membuat
orang yang berada di depan mobilnya itu mengalami
kecelakaan, maka
kemungkinan besar dirinya juga akan terlibat dalam tabrakan
itu, ikut
tertimpa kesialan, walaupun mungkin saja tidak ikut
tertabrak, tetapi
mungkin akibat dari kejadian ini menjadikan perjalannya
tertunda lebih
lama lagi, mungkin keterlambatan yang terjadi bukan hanya
setengah jam
saja.
Maka David lalu berpikir seharusnya dia memberi restu orang
yang berada
di depannya, mengharapkan dia selamat sepanjang perjalanan,
bisa melaju
dengan lancar, dengan demikian dia yang berada di belakang
mobil itu,
juga bisa seperti orang yang berada di depannya melaju
dengan cepat
tanpa hambatan, dan dapat tiba di kantor tepat pada
waktunya.
Setelah pikirannya terbuka, David berjanji kepada dirinya
sendiri, lain
waktu jika menjumpai keadaan semacam ini, sekalipun merasa
sangat
jengkel juga harus merestui, merestui orang yang berada di
depannya agar
bisa lancar sepanjang perjalanan, jika orang lain lancar
dia sendiri
juga lancar, orang lain selamat dia sendiri juga akan
selamat.
Lagi pula dengan berbuat demikian, paling tidak, tidak akan
bisa membuat
diri sendiri jadi kesal, dan bisa mempertahankan perasaan
riang
bergembira ketika sampai di tempat kerja.
Seringkali saat berada di puncak kemarahannya, seseorang
bisa kehilangan
nalarnya, dia menjadi tidak jelas dengan keadaan dia yang
sebenarnya,
sering-sering tidak sadar dengan tindakan yang telah
dilakukan,
kemungkinan besar akan bisa merugikan bukan hanya diri
sendiri tetapi
juga pihak lain, karena jika kita bersama-sama berada di
atas satu
perahu, jika perahu ini karam, maka secara otomatis kita
akan
bersama-sama tenggelam ke dalam air.
Oleh sebab itu, mengapa tidak bermurah hati ? Daripada
mengutuk, lebih
baik kita mendoakan hal yang baik bagi orang lain.
Dengan demikian
bukan saja dalam hati kita tidak akan terpendam hawa
amarah, tetapi
ketika kita hati kita tidak jadi marah, kita juga akan
merasakan betapa
anggun sikap kita ini.
Selain itu ketika kita bisa dengan berkepala dingin
menghadapi suatu
masalah, seringkali masalah itu bisa berubah dengan
sendirinya menjadi
lancar, mungkin itulah yang dikatakan dengan "sesuatu dapat
berubah
menjadi keberuntungan adalah seiring dengan adanya
perubahan hati!"
Dari : Epochtimes. co.id