Kamis, 13 Maret 2008
Ada 2 buah bibit tanaman yang terhampar di sebuah ladang yang subur. Bibit
yang pertama berkata, "Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku
dalam-dalam di tanah ini, dan menjulangkan tunas-tunasku di atas kerasnya
tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku, untuk menyampaikan salam
musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari, dan kelembutan embun
pagi di pucuk-pucuk daunku."
Dan bibit itu tumbuh, makin menjulang.
Bibit yang kedua bergumam. "Aku takut. Jika kutanamkan akarku ke dalam tanah
ini, aku tak tahu, apa yang akan kutemui di bawah sana. Bukankah disana
sangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas, bukankah nanti keindahan
tunas-tunasku akan hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak. Apa yang akan
terjadi jika tunasku terbuka, dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Dan
pasti, jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha untuk
mencabutku dari tanah. Tidak, akan lebih baik jika aku menunggu sampai
semuanya aman."
Dan bibit itupun menunggu, dalam kesendirian.
Beberapa pekan kemudian, seekor ayam mengais tanah itu, menemukan bibit yang kedua tadi, dan mencaploknya segera.
Memang, selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon
yang harus kita jalani. Namun, seringkali kita berada dalam kepesimisan,
kengerian, keraguan, dan kebimbangan-kebimbangan yang kita ciptakan sendiri.
Kita kerap terbuai dengan alasan-alasan untuk tak mau melangkah, tak mau
menatap hidup. Karena hidup adalah pilihan, maka, hadapilah itu dengan
gagah. Dan karena hidup adalah pilihan, maka, pilihlah dengan bijak.
sumber: Cetivasi